REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendi Yusuf meminta KPK hati-hati dalam menyita aset terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Fuad Amin Imron. Dia menyesalkan adanya kabar Masjid Syaikhona Kholil di Bangkalan ikut disita.
"Saya minta KPK hati-hati dan cermat, jangan semua yang berbau Fuad Amin dibilang korupsi. Jadi jangan main disita," kata Slamet Effendi Yusuf ketika dihubungi wartawan, Selasa (24/3).
Slamet menjelaskan, Masjid Syaikona Kholil sudah ada sejak lama. Masjid itu berdiri jauh sebelum Ketua DPRD Bangkalan itu menjabat sebagai bupati. Oleh sebab itu, dia yakin masjid tersebut tidak terkait dengan dugaan TPPU yang disangkakan terhadap Fuad.
Slamet mengatakan, di komplek masjid tersebut juga ada makam tokoh atau guru dari para ulama besar di Indonesia, Syaikhona Kholil atau Mbah Kholil Bangkalan. Murid-murid Mbah Kholil di antaranya KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari.
Dua tokoh tersebut merupakan tokoh besar dalam perjalanan sejarah Indonesia. Dia meminta KPK untuk tidak menciptakan stigma buruk di sana. "Jangan sampai terkesan makam Kiai Kholil berada di dalam bangunan hasil korupsi," ujarnya.
Sebelumnya, mantan Bupati Bangkalan dua periode itu mengaku kecewa lantaran KPK menyita masjid tersebut. Menurutnya, aset-aset itu merupakan milik orang tuanya. Hanya memang kepemilikan diatasnamakan dia. Ia mengaku, aset-aset tersebut sama sekali tak terkait dengan kasus yang dituduhkan terhadapnya.
"Terpuruk saya. Aset moyang saya dari tahun 1925 dirampas. Harta keluarga besar, terutama milik teman-teman dirampas dan disita juga. Masjid Syaikhona Kholil disita karena tanahnya atas nama saya, termasuk bangunan di atasnya," ujar Fuad usai mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/3).