REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mengatakan, Polri masih melakukan pemeriksaan terhadap lima orang terduga anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang ditangkap pada Sabtu (21/3). Kelima orang tersebut terancam akan dijerat dengan Undang-Undang tentang Terorisme.
Namun, pasal yang dituduhkan terhadap mereka belum pasti. "Nanti kita lihat alat bukti apa yang bisa diterapkan pada UU Terorisme. Tapi kalau kemudian alat buktinya mengarah pada pidana umum ya kita terapkan KUHP atau bisa juga UU tentang Transaksi Elektronik," katanya di sela-sela diskusi di Jakarta, Senin (23/3).
Badrodin mengatakan, Polri saat ini juga telah mengantongi beberapa nama yang masuk dalam kelompok radikal di Indonesia. Nama tersebut, telah dipantau Densus 88 atas keterlibatannya dalam berbagai aktivitas kelompok radikal.
"Ya tentu kita sudah punya data-data nama tertentu yang selama ini sebenarnya kita monitor," ujarnya.
Sebelumnya, kepolisian Polda Metro Jaya dan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri menangkap lima orang yang diduga terlibat dalam jaringan ISIS pada Sabtu, (21/3) lalu. Mereka adalah M. Fachri, Aprimul, Jack alias Engkos Koswara, Amin Mude, serta Furqon.
Sejauh ini diketahui, bahwa M Fachri diduga terlibat dalam penyaluran dana untuk kegiatan sukarelawan ISIS di Indonesia untuk berangkat ke Irak dan Suriah. Selain itu, Fachri juga pemilik website www.almustaqbal.net yang berisi berita provokasi dan kebencian serta ajakan bergabung dengan ISIS.
Sedangkan tersangka Aprimul, Jack alias Engkos Koswara, Amin Mude, dan Furqon diduga berperan melakukan pembinaan, pengarahan dan perekrutan simpatisan ISIS untuk berangkat ke Irak dan Suriah, mereka turut melakukan pengumpulan dan penyaluran dana.
Kelima tersangka ini ditangkap di tempat berbeda. Tersangka Koswara dan Furqon ditangkap di Bekasi, Amin Mude di Cibubur, Aprimul di Petukangan, Jakarta Selatan, sedangkan Fachri tertangkap di kediamannya di Tangerang Selatan.