REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rencana pemerintah membangun PLTU Batubara merupakan langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan suplai listrik negara. Namun, ada lima syarat yang harus dipenuhi oleh negara agar rencana pembentukan PLTU ini tak sekedar wacana.
Ketua Council International of Large Electric System (CIRGE) Indonesia, Herman Darnel Ibrahim menyebut setidaknya ada lima langkah yang harus disiapkan pemerintah untuk bisa membangun PLTU yang terdepan dan bermanfaat. Pertama, negara harus memastikan ketersediaan batubara sebagai bahan bakar cukup. Hal ini juga berkaitan tingginya nilai ekspor batubara Indonesia, tidak sebanding dengan kebutuhan dalam negeri. Apalagi, suplai listrik Indonesia masih sangat ketergantungan dengan bahan bakar berupa gas dan minyak yang masih impor dari luar.
Kedua, perlu ada desain yang menyesuaikan nilai kalori batu bara yang ada, misalnya penggunaan alat pengering batu bara (coal drier) harus menjadi salah satu prioritas pertimbangan pemerintah. Ketiga, perlu pasokan air pendingin serta air untuk uap yang harus tersedia sepanjang tahun.
Keempat, negara memiliki tantangan dalam penyediaan jaringan trasnmisi untuk menyalurkan energi tersebut sampai ke konsumen mengingat tidak semua wilayah dekat dengan lokasi PLTU.
"Pemerintah juga harus memikirkan, bagaimana penyaluran energi listrik lintas pulau melalui transmisi arus searah tegangan tinggi. karena untuk menghemat biaya produksi, PLTU batubara mulut tembang tentunya berlokasi di dekat lokasi batubara," ujar Darnel, Senin (23/3).
Terakhir, negara juga harus mengatur kebijakan pemerintah dengan menetapkan harga batubara PLTU mulut tambang dengan tidak mengikuti harga pasar internasional. Harusnya negara menentukan harga berdasarkan cost plus. Darnel menilai, perbedaan harga batu bara untuk PLTU mulut tambang dan PLTU konvensional akibat biaya proyek PLTU mulut tambang lebih tinggi dibanding PLTU konvensional.
"Perlu ada ienvstasi transmisi untuk menyalurkan listrik dari PLTU ke pusat bebas," tambah Darnel.