REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Imaduddin Abdullah mengatakan di Jakarta bahwa program pembangunan Nawacita harus gencar dilakukan di wilayah Indonesia Timur.
"Indonesia saat ini mengalami sebuah situasi, yakni wilayah barat dan timur masih mengalami ketimpangan pembangunan yang mencolok," ujar pengamat dari Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) itu, Jum'at (20/3).
Untuk itu pemerintah harus berpikir strategis apabila ingin mewujudkan salah satu konsep Nawacita yang menekankan pembangunan dari wilayah pinggiran tersebut, tuturnya. "Ketika membicarakan soal pinggiran, seharusnya konteksnya bukan hanya spasial atau kewilayahan. Tapi juga instrumen, pelaku, atau sektor-sektor yang terpinggirkan dalam pembangunan dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah," ujarnya.
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukannya, masih terdapat ketimpangan pada sejumlah aspek, seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), persentase kemiskinan, rasio gini, hingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih rendah.
Aspek paling mecolok, katanya, terlihat pada persentase kemiskinan di wilayah Sumatera dan Jawa-Bali berkisar 8-10 persen, sedangkan wilayah Timur seperti Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua mencapai 12-19 persen.
Selain itu, IPM pada wilayah barat mencapai angka indeks 74, sedangkan wilayah timur khususnya Nusa Tenggara Barat-Timur, Maluku, dan Papua hanya sekitar 69.
Demikian halnya dengan masalah infrastruktur fisik seperti irigasi dan jalan di Pulau Jawa dan Maluku-Papua, masih ada ketimpangan yang cukup mencolok pada kedua wilayah tersebut.
"Dengan luas hanya 7,2 persen dari wilayah Indonesia, distribusi irigasi Pulau Jawa 65,1 persen dan jalan 27,3 persen. Maluku-Papua irigasinya hanya 0,2 persen dan jalan 4,5 persen. Padahal luasan wilayahnya sebesar 25 persen," kata Imam.