Kamis 19 Mar 2015 02:07 WIB

Kemenkumham Enggan Tanggapi Remisi Koruptor

Rep: C23/ Red: Winda Destiana Putri
Sejumlah aktivis menolak remisi untuk koruptor dan bandar narkoba (ilustrasi).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah aktivis menolak remisi untuk koruptor dan bandar narkoba (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul, korupsi bisa dikategorikan sebagai tindak pidana umum. Karena itu, koruptor juga berhak mendapatkan penangguhan masa tahanan.

Pernyataan Chudry ini berkaitan dengan wacana Menteri Hukum Pidana dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) akan memberi remisi pada koruptor. Alsannya, remisi merupakan hak semua narapidana.

Namun, Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Adir Amin Daud menolak memberikan pendapat perihal korupsi harus dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa atau tindak pidana umum. Selain itu, dia mengatakan dirinya tidak boleh berkomentar terkait keputusan yang sudah diambil Menkumham Yasonna Laoly.

"Tidak tepat kalau bertanya soal itu kepada saya. Coba tanya hakim atau pakar hukum, mereka lebih cocok," kata Adir saat dihubungi Republika, Rabu (18/3). "Nanti kalu saya berkomentar, takut salah," lanjut Adir.

Sebelumnya, Yasonna Laoly meminta masyarakat untuk tidak berburuk sangka terhadap wacana pemberian remisi terhadap koruptor. Dia menilai, remisi merupakan hak setiap narapidana tanpa terkecuali.

Dia menambahkan, kejahatan luar biasa seperti korupsi memang harus dibedakan dengan kejahatan biasa. Yasonna sepakat jika koruptor harus dihukum berat. Namun, pemberatan hukuman tak bisa dilakukan saat narapidana menjalani masa tahanan atau dengan kata lain tak bisa mendapat remisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement