REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Umum Golkar, Mahyudin tak menyoal dicap sebagai pengkhianat politik oleh rekan separtainya lantaran masuk dalam struktur kepengurusan Golkar Munas Ancol. Wakil Ketua MPR RI itu membalas ejekan tersebut sebagai sikap tak dewasa dalam berpolitik.
Dikatakan Mahyudin, sebutan pengkhianat politik sejatinya tak tepat. Sebab, menurut dia, masuknya dia dalam kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono, merupakan kepatuhannya terhadap hukum.
"Bagi saya pribadi tidak masalah ejekan-ejekan seperti itu. Karena saya bukan kutu loncat juga," kata dia saat dihubungi, Senin (16/3).
Mahyudin menerangkan, gelar 'pengkhianat politik' ataupun kutu loncat, lebih tepat didapuk bagi kader yang pindah partai. Menurutnya, Munas Ancol atau pun Munas Bali, adalah sama-sama Golkar. Hanya saja, pengakuan dari Kemenkumham memberikan dasar hukum tegas untuk Agung Laksono.
Kepengurusan Golkar Munas Ancol dikabarkan telah menyusun struktur kepengurusan partai yang baru. Kocok ulang para fungsionaris partai menyusul bakal disahkannya kepengurusan Golkar oleh Menteri Hukum dan HAM, Yassona Laoly. Pekan lalu, Kemenkumham sudah memberikan pengakuan terkait pengesahan tersebut, dengan catatan agar Agung merampungkan penyusunan struktur kepengurusan Golkar.
Catatan tersebut dilengkapi dengan himbauan mengakomodasi kader peserta Munas Bali. Catatan tersebut sesuai dengan amar putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG). Ketua DPP Golkar Munas Ancol, Leo Nababan membocorkan, tercatat tiga kader dari Munas Bali yang diakomodir masuk dalam struktur kepengurusan Golkar Agung Laksono.
Mereka antara lain, Mahyudin, Airlangga Hartarto, dan Erwin Aksa. Namun Leo, enggan membeberkan pos pasti tiga kader yang mendaulat diri ke kubu ARB itu. Meski begitu, Mahyudin menyatakan siap untuk dipos di mana saja.
"Saya belum dikonfirmasi Pak Agung. Tapi, ya saya siap saja. Sebagai kader Golkar masuk ke dalam struktur Golkar lagi masa enggak boleh," ujar dia.