REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai, permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia seperti kemacetan, jalan rusak, kesemrawutan hingga kecelakaan tidak lagi hanya memicu stres, tetapi sudah mematikan aktivitas dan kreativitas masyarakat.
Kemacetan bukan hanya di Jakarta, tetapi sudah melanda sejumlah kota-kota besar seperti Surabaya, Bandung, Semarang dan Medan.
“Jika kondisi ini tidak segera mendapat perhatian serius pemerintah, maka akan menjadi ancaman terhadap kelancaran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa,” kata Ketua Presidium ITW Edison Siahaan, dalam iaran pers yang diterima Republika, Kamis (12/3).
Menurut Edison, sedikitnya ada lima hal yang memicu memburuknya kondisi lalu lintas dan angkutan jalan di negeri ini.
Pertama, pemerintah dan masyarakat belum memahami secara sungguh-sungguh sektor lalu lintas dan angkutan jalan adalah sarana penting untuk kelancaran pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pemerintah khususnya Pemprov DKI kurang kreatif menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan hanya fokus pada pajak kendaraan bermotor (PKB). Hal itu membuat pemerintah tidak berani melakukan moratorium produk kendaraan sesuai dengan kebutuhan dan daya tampung ruas jalan.
Ketiga, belum tersedianya transportasi umum yang terjangkau secara ekonomi tapi bisa menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran serta terintegrasi ke seluruh penjuru. Hal tersebut akan memicu masyarakat menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi sehari-hari.
Keempat, pemerintah tidak berani meminta tanggung jawab pelaksana proyek memberikan jaminan kelancaran lalu lintas dengan menyiapkan rekayasa lalu lintas dan menjadikan syarat dalam kontrak kerja.
Kelima, pemerintah belum maksimal melakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya budaya tertib dan taat terhadap rambu dan aturan lalu lintas.
ITW yakin kondisi lalu lintas dan angkutan jalan di negeri ini akan membaik jika pemerintah secara sungguh-sungguh melaksanakan kelima hal tersebut.
Edison mengimbau hendaknya semua pihak memahami tertib lalu lintas adalah cermin budaya bangsa, potret modren sebuah bangsa serta sarana pemersatu untuk mencegah disintegrasi bangsa.
“Lalu lintas bukan untuk mematikan aktivitas dan kreativitas, apalagi menjadi lahan pembunuhan akibat kecelakaan,” kata Edison.