Jumat 13 Mar 2015 00:00 WIB

Ada 3 Juta Lulusan SMA yang Jadi Pengangguran Terbuka

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ratusan pencari kerja mencari informasi lowongan pekerjaan di salah satu stand perusahaan pada acara Bursa Kerja di Istora Senayan Jakarta ,Selasa(23/9).(Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Ratusan pencari kerja mencari informasi lowongan pekerjaan di salah satu stand perusahaan pada acara Bursa Kerja di Istora Senayan Jakarta ,Selasa(23/9).(Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lulusan sekolah menengah atas (SMA) sederajat menjadi kelompok terbanyak pengangguran terbuka dibandingkan semua tingkat pendidikan, yaitu sebanyak 3.295.307 orang.

Direktur Pengembangan Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indonesia Tri Retno Isnaningsih mengatakan, dari total 125,3 juta angkatan kerja per Agustus 2014, jumlah pengangguran terbuka sekitar 7.244.905 jiwa.  Rinciannya, lulusan sekolah dasar (SD) 1.694.100 jiwa, lulusan sekolah menengah pertama (SMP) 1.566.838 jiwa, lulusan SMA 3.295.307 jiwa, diploma 193.517 jiwa, dan sarjana 495.143 jiwa.

Ia menyebutkan beberapa alasan mengapa SMA menjadi kelompok teratas pengangguran diantara semua level pendidikan. “Pertama, 50 persen lulusan SMA berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah,” katanya kepada ROL, di Jakarta, Kamis (12/3).

Jadi, anak keluarga tidak mampu yang menempuh pendidikan harus mendapat bantuan pemerintah. Sementara pihaknya hanya membantu biaya sekolah untuk jenjang wajib belajar 12 tahun atau SMA. Kemudian setelah lulus, anak-anak remaja itu tidak bisa merasakan mengenyam bangku kuliah. 

“Sehingga, lulusan SMA itu tidak bisa melamar lowongan kerja yang mensyaratkan kualifikasi diploma atau sarjana,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, lulusan jenjang SMA tidak diberikan keahlian kerja apapun. Kalaupun ada yang mendapat pelatihan, mereka adalah beberapa siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) dan jumlahnya terbatas. Itupun para siswa yang setelah mendapat pelatihan itu masih harus mendapatkan sertifikasi kompetensi. 

“Nah, kita yang belum siap dengan lembaga sertifikasi kompetensi ini,” ujarnya. Untuk itu, pihaknya menyambut baik adanya aplikasi online Jofom yang menyediakan lowongan kerja bidang informal dan untuk lulusan SMA sederajat. Ia berharap aplikasi Jofom ini dapat sangat membantu menyediakan informasi lowongan kerja.

Ini karena seringkali pencari kerja tidak mengetahui informasi lowongan pekerjaan. Sosialisasi dan komunikasi yang minim juga ikut menjadi penyebab para pencari kerja ini buta lowongan kerja. Di satu sisi, pengguna internet atau gadget dinilai mereka tinggi.

Kedua, perusahaan bisa segera menginfokan lowongan pekerjaan melalui Jofom. Ini juga sesuai dengan surat edaran yang diterbitkan Kemenaker yaitu perusahaan memberikan informasi sebanyak-banyaknya terkait posisi pekerjaan yang kosong dan ditawarkan. Pihaknya juga berkomitmen melakukan beberapa pembenahan. “Pertama, membenahi kualitas pendidikan di level SMA,” katanya.

Untuk perbaikan kualitas ini, pihaknya menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian, langkah kedua, menyiapkan dan mengoptimalkan pelatihan yaitu Balai Latihan Kerja (BLK) supaya alumnus SMA bisa memiliki kompetensi lebih untuk memenuhi tuntutan pengguna tenaga kerja.

Saat ini, ia menyebutkan ada 34 BLK milik pemerintah di seluruh wilayah Indonesia. Hanya saja ia mengakui, kadang jarak antara BLK dengan domisili pencari kerja jauh.  Sehingga, sebagai solusi masalah ini adalah dengan pengadaan mobile training unit (MBU).

“Bagaimanapun lulusan SMA harus punya keahlian supaya terserap pasar kerja,” ujarnya.

Pihaknya berharap dengan dilakukannya upaya ini maka target presiden Joko Widodo untuk mengentaskan pengangguran minimal 2 juta jiwa setiap tahun bisa dipenuhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement