Jumat 13 Mar 2015 07:00 WIB

Peluang Karya Sastra Islami Sangat Terbuka

Republika Penerbit.
Republika Penerbit.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Subarkah/Wartawan Republika

Terkait soal penerbitan dan karya sastra Islami, General Manager Redaksi dan Produksi Republika Penerbit Syahruddin El-Fikri mengatakan, produksi dan pasar buku karya sastra islami masih sangat terbuka. Fakta ini terlihat jelas bila mencermati penjualan buku yang masuk dalam kategori 10 besar pada setiap tahunnya.

Lima puluh persen dari buku terlaris itu adalah karya sastra yang bertema Islami. Ekspresi karyanya pun beragam, mencakup novel, buku pengetahun agama, dan buku untuk anak-anak Muslim. "Maka, bisa dibayangkan dari buku yang terbit di Indonesia yang setiap tahunnya sampai 8.000 judul, buku sastra selalu Islami masuk dalam kategori terlaris. Posisinya selalu berada di deretan teratas,'' kata Syahruddin.

Menyinggung mengenai selera publik terhadap sastra Islami, Syahruddin mengatakan, jenis tema yang disukai masih berada dalam kisaran nuansa romantis (populer). Sedangkan, tema sastra Islami yang 'serius' kurang mendapatkan peminat. Publik masih menginginkan cerita yang renyah, tak menggurui, tapi di dalamnya tetap ada pesan Islami.

''Jadi, tema karya sastra Islami, seperti punya Pak Kuntowijoyo atau Ahmad Tohari, atau yang di kalangan 'sastra biasa', seperti karya Pramudya Ananta Toer, masih terasa lambat diserap di masyarakat. Mungkin masih perlu banyak waktu ke depan untuk mengubah kecenderungan tema sastra Islami yang cenderung romantis itu,'' ujarnya.

Menurut Syahruddin, kenyataan ini pun masuk akal karena memang tingkat literasi bangsa ini masih rendah. Di sekolah, semenjak masa kanak dan remaja, generasi muda tak lagi diperkenalkan secara serius mengenai arti penting membaca dan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.

Pelajaran bahasa Indonesia yang lebih banyak berkutat pada pelajaran tata bahasa. Sedangkan pelajaran lain—sejarah, sosiologi, pengetahuan alam—lebih dipraktikkan serta diajarkan dalam bentul oral atau hafalan.

''Bila dibandingkan dengan negara lain, tingkat literasi bangsa kita tertinggal. Malaysia, misalnya, dalam setahun judul buku yang terbit mencapai lebih dari 10.000 ribu buah. Di Jepang dalam setahun terbit 20 ribu hingga 30 ribu judul buku. Di sini, satu buku itu dibaca untuk tujuh orang. Nah, bayangkan saja betapa masyarakat kita tak memandang membaca sebagai sebuah kebutuhan. Padahal, seharusnya ciri negara maju adalah tingginya tingkat literasi dari warga negaranya,'' kata Syahruddin.

Sedangkan, bila dilihat dari jumlah penulis dan pasokan karya sastra Islami, Syahruddin mengatakan, meski masih jauh dari maksimal, situasinya sudah lumayan. Berbagai kelompok yang bergiat dalam penulisan karya sastra masih eksis hingga sekarang.

Sedangkan bagi Penerbit Republika, setiap harinya rata-rata mendapat kiriman satu naskah karya baru. Dan dalam setiap tahun, paling tidak diterbitkan sekitar 40-50 judul karya sastra Islami yang baru.

''Jumlah ini baru setengahnya dari target penerbit kami yang ingin mencapai 100 judul per tahun. Pada 2014, ada 44 karya baru yang terbit. Memang pasokan naskah cukup banyak, tapi kami harus seleksi lagi dengan mempertimbangkan misi penerbit dan besar kecilnya kemungkinan sambutan publik kepada karya baru yang kami terbitkan itu. Dan untuk setiap terbit, karya baru itu dicetak hingga 3.000-5.000 eksemplar,'' ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement