Rabu 11 Mar 2015 20:35 WIB

Rupiah Terus Melemah, Gerindra: Pemerintah Jangan Anggap Enteng

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Fadli Zon
Foto: Republika/ Wihdan
Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai kurang serius menghadapi naiknya harga pelbagai kebutuhan pokok di Indonesia. Apalagi, kenaikan harga-harga barang ini diiringi dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon menegaskan melemahnya nilai tukar rupiah jangan dianggap enteng. Ia melanjutkan, wajib belajar pada kejadian-kejadian di masa lalu. Terutama, apa yang terjadi menjelang krisis finansial dan krisis moneter di Indonesia pada era 1997-1998.

"(Krisis) selalu dimulai dengan depresiasi rupiah. Dan kali ini, depresiasi rupiah termasuk yang luar biasa cepat. Stage rupiah kita yang terlemah di era Reformasi," kata Fadli Zon saat ditemui di Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (11/3).

Menurut Wakil Ketua DPR RI ini, naiknya harga-harga kebutuhan pokok merupakan peringatan keras kepada pemerintah. Demikian pula, lanjut Fadli, pemerintah tidak bisa memandang sebelah mata terus teperosoknya nilai tukar rupiah. Kata Fadli, jangan pemerintah terus menyalahkan dinamika perekonomian global sebagai sebab turunnya nilai rupiah.

"Ini warning bahwa pemerintah tidak bisa menganggap enteng. Apalagi, menganggap bahwa ini tak ada kaitannya dengan ekonomi nasional atau hanya alasan, ini keseimbangan baru," ujarnya.

Fadli juga menganggap, pemerintah belum serius menangani pondasi ekonomi Indonesia. Apalagi, dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok, banyak sektor riil yang kesulitan. Ditambah lagi, kebanyakan rakyat Indonesia bergerak di sektor riil.

"Ini warning untuk memperkuat fundamental ekonomi kita. Karena, melemahnya rupiah ini menunjukkan kita tidak punya pondasi ekonomi yang kuat," tegasnya.

Terakhir, Fadli menyiyalir, bila sampai pemerintah tidak serius menangani perekonomian nasional dan juga sistem moneter, tidak mustahil Indonesia masuk ke lubang yang sama. Yakni, seperti yang dialami pada masa menjelang jatuhnya kekuasaan Orde Baru.

"Jadi bisa mengarah kepada krisis moneter nantinya. Pemerintah tidak boleh //underestimate// soal ini," tandasnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement