REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Perajin batu akik di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, resah dengan munculnya isu mengenai fatwa haram Majelis Ulama Indonesia terkait batu akik. Salah seorang perajin batu akik asal Padukuhan Sendang 2, Khomari mengaku resah dengan isu tersebut.
"Isu yang beredar di kalangan masyarakat menyatakan jika batu akik haram karena dianggap mempunyai daya magis," kata Khomari, Selasa (10/3).
Dia mengatakan akibat isu tersebut perajin di wilayah Ponjong resah. Ia mengatakan batu akik yang dijual tidak mengandung nilai magis. Harga batu yang dijual tergantung motif atau kekerasan batu. "Batu yang mahal itu yang bergambar corak kemarin saya menjual sampai Rp1 juta karena ada gambarnya wali," katanya.
Sementara itu, Bupati Gunung Kidul Badingah mejelaskan isu itu tidak benar. Hanya sengaja disebar oleh orang tidak bertanggung jawab untuk memunculkan keresahan. Menurut Badingah, batu akik hanya sekadar asesoris, tidak lebih.
"Hingga saat ini, kami belum mendengar fatwa MUI yang mengharamkan batu akik. Percayalah ini hanya isu tidak benar," katanya.
Ia mengatakan batu akik hanya sekadar asesoris, tidak lebih. "Batu itu aksesoris tidak ada magisnya," katanya.
Terpisah, Ketua MUI Gunung Kidul Sukamto mengatakan MUI sendiri tidak mempermasalahkan penggunaan batu akik. Menurutnya, memakai batu akik kalau tidak meyakini ada kekuatannya tidak masalah. "Isu sengaja diembuskan untuk meningkatkan pamor jual beli batu mulia saja. Trik pasar biasanya begitu, untuk menaikkan harga," katanya.
Sukamto mengatakan fenomena kepercayaan batu akik yang dikatakan memiliki pamor sudah ada sejak dahulu kala. "Tapi di sini, kami ingin mengatakan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa berisi larangan pemakaian batu akik," kata dia.