REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah Australia untuk meloloskan dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari eksekusi mati.
"Menukar tahanan itu baik daripada mengancam dengan pariwisata. Tapi, saat ini tidak boleh lagi ada tawar-menawar. Kita (Indonesia) bukan ayam sayur, ini penting buat kita," kata Koordinator Koin Untuk Australia Andi Sinulingga, Sabtu (7/3).
Ia menilai, tawaran barter tahanan lebih bersifat positif daripada mengancam akan memboikot pariwisata Indonesia atau bahkan mengungkit bantuan untuk bencana tsunami Aceh. Kendati demikian, eksekusi mati tidak boleh ditawar lagi dan harus segera dilakukan.
Andi pun meminta pemerintah Australia tidak menerapkan standar ganda terhadap hukuman mati. Ketika terpidana terorisme Amrozi cs dihukum mati, Australia justru mendukung keputusan tersebut.
Australia pun diminta konsisten untuk menyikapinya. Terlebih, kasus narkoba juga merupakan kejahatan luar biasa.
Politikus Golkar ini meminta Presiden Jokowi untuk bersikap tegas dan tidak kompromi terhadap terpidana narkotika. Eksekusi mati terhadap dua gembong narkoba itu menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia serius memerangi kejahatan narkoba.
"Apa yang dilakukan ini (hukuman mati) lebih berarti. Narkoba itu harus diberantas," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menawarkan barter duo terpidana kasus Bali Nine dengan tiga WNI yang ditahan di Australia.
Tiga WNI tersebut ditahan Australia dengan kejahatan yang sama, yakni penyelundupan narkoba tahun 1998 lalu.
Ketiga WNI itu adalah Kristito Mandagi, Saud Siregar dan Ismunandar yang masing-masing menjabat kapten, kepala staf, dan teknisi kapal. Kapal itu membawa 390 kilogram heroin. Kapal dan muatan mereka disita di dekat Port Macquarie, sekitar 400 kilometer di utara Sydney.