REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Terkait tersangka begal yang melibatkan remaja, Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Kehumasan (Kadiskominfo) Ii Karunia mengungkapkan, mungkin ada dampak game yang mengandung kekerasan terhadap kasus tersebut. Tetapi, pendapat ini harus dikaji terlebih dulu, katanya.
"Pendapat soal pengaruh game yang mengandung kekerasan terhadap kasus begal ini harus dikaji dulu melalui penelitian khusus atau sampling. Tujuannya adalah mengilmiahkan pendapat tersebut," ucap Karunia, Rabu (4/3).
Selain itu, hasil penelitian tersebut nantinya bisa digunakan sebagai bahan untuk membentuk kebijakan yang tepat. Karena menurutnya, game, khususnya online, sukar untuk dibatasi atau difilter.
"Karena sulit mengatur dunia maya yang tidak ada pemerintahan di dalamnya," katanya.
Dia berpesan, para orangtua agar mengoptimalkan perannya dalam keluarga masing-masing. Karena ketika norma dan ajaran keluarga baik, remaja akan sulit digiring ke arah negatif.
Game yang dijual sebenarnya memiliki sistem rating yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk dimainkan anak usia tertentu.
Di AS misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board. Dalam sistem ESRB ini, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending.
Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore, Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”.
Akan tetapi untuk game online di Indonesia sulit untuk menerapkan ini. Karena anak-anak dengan bebas mengakses game yang mungkin tak sesuai dengan usia mereka via internet, bukan dengan membeli game secara resmi.