REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Permaisuri Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Gusti Kanjeng Ratu Hemas mensinyalir ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengkoyak-koyak Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Keistimewaan DIY, banyak hal yang bisa dimanfaatkan, tapi banyak kepentingan yang masuk untuk mengkoyak-koyak keistimewaan," kata GKR Hemas di Kulon Progo, Selasa (3/3).
Menurut Hemas, pihak tertentu lebih tertarik untuk membahas pergantian gubernur dibandingkan bagaimana memanfaatkan dana keistimewaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Pergantian atau suksesi gubernur bukan persoalan inti dari Undang-Undang Keistimewaan, melainkan bagaimana Undang-Undang Keistimewaan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Hemas.
Hemas mengatakan perjuangan penetapan Undang-Undang Keistewaan DIY sangat panjang prosesnya. Tetapi, setelah disahkan, semua belum siap. Sehingga dana keistimewaan tidak terserap maksimal dan banyak program yang gagal.
"Perjuangan Undang-Undang Keistimewaan sangat panjang. Tapi setelah diperjuangkan dan terealisasi, program gagal dan masyarakat masih kaget," keluhnya.
Sebelumnya, kalangan Keraton terbelah soal keinginan Gubernur DIY Sultan Hemengku Buwono X mencoret kata istri dalam salah satu persyaratan gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Sultan yang juga Gubernur Yogyakarta persyaratan yang ada dalam Undang-Undang Keistimewaan DIY itu diskriminatif karena mengindikasikan gubernur harus lelaki.
Sejak awal Sultan telah diberi laporan lengkap draf UU Keistimewaan sebelum disahkan DPR Seharusnya klausul itu tak dipersoalkan lagi.