REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Di Pasar Induk Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat harga beras mulai kembali turun. Penurunan harganya rata-rata berkisar Rp 500 sampai Rp 1000 per kg.
Kepala Pasar Induk Cikurubuk, Dodi Indra mengatakan, turunnya harga beras di Kota Tasik karena pasokan cukup dan mulai membaik. Selain itu, petugas Pasar Induk juga melakukan operasi pasar untuk memantau harga agar para pedagang tidak menjual beras dengan harga yang terlalu tinggi.
"Memang sedang terjadi penurunan harga beras, hanya saja harga di lapangan belum setabil," kata Dodi kepada Republika, Selasa (3/3).
Dodi melanjutkan, Pasar Induk Cikurubuk telah mendapatkan pasokan beras Bulog sebanyak 1,4 ton pada Jumat (27/2). Kemudian, pada Sabtu (28/2), beras tersebut dipasok ke para pedagang. Ditetapkan, harga jual tertingginya Rp 7400 per kg. Menurutnya, beras bulog tersebut setidaknya akan membantu memenuhi stok beras dan kebutuhan masyarakat.
Kasubag Administrasi Umum Pasar Induk Cikurubuk, Yuyu Purwanti Rusdi menambahkan, pada Senin (2/3) harga beras sudah kembali turun. Harga beras IR 64 kualitas I menjadi Rp 12 ribu, kualitas II Rp 11 ribu dan kualitas III Rp 9500.
Sebelumnya, harga beras IR 64 Kualitas I mencapai Rp 13 ribu per kg, kualitas II mencapai Rp 12 ribu dan kualitas III mencapai Rp 10 ribu pada Senin (23/2). Tiga hari sebelumnya harga masih Rp 10.500 untuk kualitas I, Rp 10 ribu untuk kualitas II dan kualitas III harganya Rp 9.200.
Dodi (60) pedagang beras di Pasar Induk Cikurubuk mengaku harga beras yang dijual di tokonya Rp 11 ribu sampai Rp 12 ribu untuk beras IR 64 kualitas I dan II.
Sementara itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani Kota Tasik (Gapoktan), Uyun mengatakan, turunnya harga beras saat ini karena pemerintah sedang berusaha menstabilkan harga dan pasokan beras melalui operasi pasar dengan mengeluarkan beras Bulog. Namun, di lapangan harga beras masih mencapai Rp 12 ribu.
Menurut Uyun, masih mahalnya harga beras dari petani sebenarnya dipicu oleh harga pupuk yang mahal dan melebihi harga eceran tertinggi (HET). Uyun menegaskan, pemerintah sudah menetapkan HET. Namun, di lapangan Uyun mengaku sering menjumpai harga pupuk yang dijual melebihi HET.
Berdasarkan HET, harga pupuk urea Rp 90 ribu per karung (50 kg). Tapi dilapangan masih dijual dengan harga Rp 93 ribu. Pupuk NPK harganya mencapai Rp 120 ribu per karung (50 kg), padahal berdasarkan HET yang ditetapkan pemerintah, harganya Rp 115 ribu.
"Tentu kenaikan harga pupuk mempengaruhi harga produksi petani," kata Uyun.
Uyun menegaskan, ia pernah menjumpai pedagang yang menjual pupuk urea dengan harga Rp 120 ribu per karung (50 kg) di Kecamatan Singajaya dan Cihurip di Garut Selatan. Padahal HET yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 90 ribu. "Dalam hal ini Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) belum bekerja maksimal," ujar Uyun.
Menurut, Dindin (32), yang sering bekerja untuk petani padi, saat ini harga pupuk memang cukup mahal. Akibatnya, harga beras IR 64 kualitas I dari petani dijual ke pedagang masih dengan harga Rp 11 ribu per kg. Sementara, pedagang menjual dengan harga Rp 12 ribu.