Selasa 03 Mar 2015 18:32 WIB

BKKBN Banten Dorong Dibentuknya BKKBD

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Dwi Murdaningsih
Buku panduan tuntunan menuju keluarga Sakinah di perlihatkan dalam pameran rapat koordinasi nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ((BKKBN) di Jakarta, Selasa (25/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Buku panduan tuntunan menuju keluarga Sakinah di perlihatkan dalam pameran rapat koordinasi nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ((BKKBN) di Jakarta, Selasa (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Banten mendesak dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) karena persoalan keluarga berencana yang muncul seperti tingginya kasus ibu meninggal saat melahirkan.

Kepala BKKBN Provinsi Banten, Paulina mengatakan, BKKBD di Banten masih belum banyak dimiliki di tingkat kabupaten atau kota. Dari delapan kabupaten atau kota yang ada, kata dia, baru satu wilayah yang memiliki BKKBD yaitu Kabupaten Tangerang.

“Padahal, keluarga berencana khususnya butuh pengendalian. Terutama di Banten, indeks kematian ibu saat melahirkan dan meninggalnya bayi itu masih tinggi diatas 30 per seribu kelahiran hidup,” ujarnya saat acara Sosialisasi Penguatan Kelembagaan Pengelola Program KKB, di Serang, Banten, Selasa (3/3).

Ia menegaskan perlu dilakukan upaya cukup serius. Apalagi, kata dia, Banten merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yaitu sekitar 11,42 juta jiwa. Setiap tahunnya, jumlah penduduk Banten bertambah sekitar 300 ribu jiwa. Kepadatan penduduknya sampai 892,92 per kilometer (km) persegi. Karena itu, pihaknya gencar melakukan advokasi kepada bupati maupun wali kota yang ada di Banten hingga tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Persoalan kependudukan yang juga dihadapi Banten adalah penyebaran penduduk yang tidak merata yaitu di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Serang, dan Cilegon. Sementara warga di Pandeglang dan Lebak masih jarang.  Untuk mengatasi persoalan kependudukan itu, pihaknya melakukan alat kontrasepsi KB jenis implan, khususnya di daerah agamis.

Sementara untuk alat kontrasepsi IUD, suntik dan pil juga masih digunakan. Dia menambahkan, perlunya adanya koordinasi keluarga berencana melalui BKKBD karena Indonesia akan menikmati bonus demografi. Dari 11,4 juta penduduk di Provinsi Banten, sebanyak 67,79 persen merupakan penduduk usia produktif yaitu antara 15-64 tahun. Artinya, setiap 100 ribu penduduk menanggung 40 riibu penduduk non produktif.

“Bonus demografi bisa menjadi berkah karena menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement