REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Perusahaan atau badan usaha mengeluh kesulitan dalam proses mendaftarkan tenaga kerjanya sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Komisioner Komisi Pelayanan Publik (KPP) Provinsi Jawa Timur, Hardly Stefano mengaku pihaknya dengan Manajemen Pusat BPJS Kesehatan mengadakan pertemuan terkait dengan penyelenggaraan pelayanan BPJS Kesehatan di Jawa Timur, di Jakarta, Senin (2/3). Di pertemuan itu, pihaknya mengaku masih menerima banyak pengaduan masyarakat.
“Jika tahun 2014 yang lalu pengaduan didominasi dari perorangan yang mengeluhkan mekanisme pendaftaran, maka di tahun 2015 ini pengadu juga berasal dari Badan Usaha yang kesulitan dalam proses mendaftarkan tenaga kerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan,” katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin.
Tak hanya itu, kata dia, masyarakat juga sering mengeluh pelayanan pada fasilitas kesehatan. Baik pada tingkat primer di puskesmas, klinik, dokter pribadi maupun fasilitas kesehatan. BPJS Kesehatan juga masih mendapat keluhan untuk pelayanan medis baik pada fasilitas medis primer maupun fasilitas medis tersier atau lanjutan.
“Tak hanya itu, product knowledge penyelenggara pelayanan medis masih sangat kurang, yang mengakibatkan pelayanan buruk kepada peserta, baik melalui ucapan maupun tindakan,” ujarnya.
BPJS Kesehatan, kata dia, juga dikomplain tidak responsif dan proaktif dalam menangani permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pendaftaran peserta penerima upah.
“Selain itu, sosialisasi yang dilakukan kepada Badan Usaha lebih mengedepankan janji-janji dan ancaman akan adanya sanksi, namun kurang mampu memahami dan memberikan solusi atas kendala dan permasalahan yang dialami Badan Usaha yang akan mendaftarkan peserta penerima upah,” katanya.
Dari berbagai temuan itu, KPP memberikan beberapa saran dan masukan dalam bentuk rekomendasi kepada Direksi BPJS Kesehatan.
Pertama, terkait kepesertaan mandiri/peserta bukan penerima upah dapat ditambah dengan mendorong peran serta masyarakat dengan merumuskan dan membuat kebijakan yang memungkinkan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan untuk menjadi relawan dalam melakukan sosialisasi mapun pendaftaran secara kolektif.
Rekomendasi kedua adalah mengadakan perjanjian kerja sama dengan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan untuk menjadi relawan dalam melakukan sosialisasi mapun pendaftaran secara kolektif.
Rekomendasi lainnya yaitu membentuk unit kerja yang memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadapa lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Terkait kepesertaan yang didaftarkan Badan Usaha/ Peserta penerima upah, pihaknya memberikan rekomendasi membentuk Account Officer (AO), di mana satu orang AO bertanggung jawab atas beberapa perusahaan.
“Apabila satu orang AO BPJS memiliki tanggung jawab atas 100 Badan Usaha, maka dengan jumlah Badan Usaha kurang lebih 35 ribu di Provinsi Jatim maka dibutuhkan 350 orang tenaga AO,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan, tugas AO adalah untuk melakukan sosialisasi, mengoptimalkan pendaftaran peserta penerima upah, dan mengatasi kendala dan permasalahan yang dialami oleh Badan Usaha dalam mengakses pelayanan BPJS Kesehatan. Baik permasalahan pada saat melakukan pendaftaran maupun pada saat pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Selain itu, AO memiliki tugas elakukan review dan revisi tentang sistem, mekanisme dan prosedur pendaftaran peserta penerima upah agar tidak menyulitkan proses pendaftaran yang berakibat kehilangan peserta potensial dari kelompok penerima upah.
“Untuk unit usaha / kantor cabang, cukup dengan adanya surat kuasa dari kantor pusat/ induk, dan apabila dipandang perlu dapat melakukan cross check data dengan BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Untuk lembaga sosial / non-profit, kata dia, perlu kejelasan dalam sistem, mekanisme dan prosedur pendaftaran peserta penerima upah. Terkait pelayanan medis, rekomendasi yang diusulkan pihaknya adalah melakukan pengawasan dan pembinaan secara berkala.
Selain itu, meningkatkan responsifitas unit penanganan pengaduan, khususnya pada Divisi Regional dan kantor cabang.
Ketiga, membentuk forum pengawasan pelayanan dengan melibatkan lembaga-lembaga pengawas pelayanan publik maupun LSM/NGO yang fokusnya pada pendampingan masyarakat terkait pelayanan kesehatan.
Usulan lainnya adalah mengadakan pertemuan reguler dan berkala, minimal satu bulan sekali dengan forum pengawas pelayanan.
“Selain itu, melakukan koordinasi dan menindaklanjuti berbagai temuan permasalahan pelayanan. Baik yang dilaksanakan langsung oleh BPJS Kesehatan maupun oleh fasilitas kesehatan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga yang tergabung dalam forum pengawas pelayanan,” ujarnya.