REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Meningkatnya kekerasan terhadap anak di Indonesia seperti yang dilaporkan Marta Santos Pais, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan Terhadap Anak di Jakarta, Kamis (26/2), pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) terus meningkatkan percepatan standar Kota Layak Anak (KLA) sebagai tolak ukur bahwa kota tersebut ramah bagi anak-anak.
Wahyu Hartono, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) mengatakan sejak 2006 lalu, Kota Surakarta menjadi kota pertama yang menyandang status tersebut.
Untuk kota-kota lain yang ingin mendapatkan status serupa tidak lah sulit namun dibutuhkan komitmen yang kuat dari para pejabat setempat. "Kami tidak memberi target kepada pemimpin daerah, tapi kami selalu memberikan sosialisasi dan pemahaman tentang hal ini," ujarnya di Menara Thamrin, Jakarta, Kamis (26/2).
Kata Wahyu, ada tiga tahapan bagi kota-kota di Indonesia yang ingin mendapatkan status KLA. Yang pertama, kata dia, komitmen tinggi dari pemimpin daerah untuk menjadikan kotanya sebagai KLA. Tahap kedua ialah menyusun kelompok kerja yang melibatkan aparat pemerintah, pakar anak, LSM, dan juga mahasiswa.
Kemudian, lanjut Wahyu, dibuat penyususnan data dasar untuk mengetahui permasalahan apa saja yang melanda anak-anak di kota tersebut dan bagaimana mekanisme penanganannya. Dua tahun sekalai akan dievaluasi oleh tim independen untuk menunjukan kota tersebut benar-benar layak dan ramah bagi anak-anak.
Disinggung jumlah anak-anak yang menjadi korban kekerasan, ia mengaku kesulitan untuk menjelaskannya secara pasti. Ia menilai untuk mendapatkan angka pasti terkait data anak yang menjadi korban kekerasan sangatlah tidak mungkin.
Dalam catatannya dia, pada survey 2012-2013 lalu, 1 dari 4 anak laki-laki dan 1 dari 3 anak perempuan di Indonesia atau sekitar 86 juta anak Indonesia pernah menjadi korban kekerasan.