REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan yang menyebabkan harga beras tinggi saat ini, bukanlah karena sektor produksi. Sebab produksi beras surplus sejak 2014.
Bahkan menurut Plt Dirjen Tanaman Pangan Kementan Haryono, panen padi pada empat bulan pertama awal 2015 seluas 6,35 juta hektar ditargetkan bisa mencapai 32,8 juta ton gabah kering giling atau setara dengan 20,6 juta ton beras.
"Hanya ada sedikit gangguan di distribusinya," kata pria yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementan kepada Republika, Rabu (25/2).
Pada prinsipnya, kata dia, tingginya harga beras berkaitan dengan supply and demand. Jika pasokan cukup memenuhi permintaan, namun di lapangan harganya tinggi, hampir dipastikan ada praktik permainan harga di sektor distribusi.
Ia menjelaskan, pada Januari, panen padi seluas 621.398 hektar telah menghasilkan 3,2 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 2 juta ton beras.
Kemudian pada panen Februari terjadi panen di atas lahan seluas 1,3 juta hektar. Panen yang dihasilkan sekitar 6,75 juta ton GKG atau 4,25 juta ton beras.
Melihat jumlah tersebut, pasokan beras untuk masyarakatbsama sekali tidak kurang jika melihat konsumsi masyarakat sebesar 2,5 juta ton-2,6 juta ton per bulan.
Terlebih, stok di rumah tangga masyarakat pun diperkirakan masih ada sekurang-kurangnya 6,7 juta ton secara nasional pada Januari lalu. Di mana, terdapat stok di masing-masing rumah petani sebanyak 10 kg.
"Surplus akan semakin kuat pada Maret 2015 ketika puncak panen raya tiba," ujarnya.