Rabu 25 Feb 2015 01:00 WIB
Lion Air Delay

DPR Berencana Panggil Pihak Lion Air

Suasana kantor pusat PT Lion Air, Jakarta, Senin (23/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Suasana kantor pusat PT Lion Air, Jakarta, Senin (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi VI DPR RI mengagendakan pemanggilan pihak-pihak terkait insiden penundaan penerbangan Lion Air hingga menyebabkan terlantarnya calon penumpang hingga kerusakan fasilitas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu.

"Kami ingin meminta penjelasan, khususnya ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) terkait bagaimana perlindungan yang diberikan ke konsumen akibat dirugikan pihak tertentu," ujar anggota Komisi VI DPR RI Bambang Harjo kepada wartawan di Surabaya, Selasa (24/2).

Menurut dia, peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam persoalan kali ini harus berada di depan dan mewakili konsumen bisa meminta keterangan dan pertanggungjawaban, termasuk mengajukan "class action" jika diperlukan. "BPKN mewakili konsumen bisa mengajukan gugatan jika memang perlu dan penumpang merasa dirugikan akibat permasalahan ini," kata legislator asal Daerah Pemilihan Jawa Timur 1 (Surabaya-Sidoarjo) tersebut.

Politisi asal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu juga menjelaskan, pengembalian uang tiket (refund) bukan berarti telah membebaskan Maskapai Lion Air dari masalah. Pihaknya mencatat, maskapai berlambang kepala singa itu diduga melanggar dua perundang-undangan dalam peristiwa tersebut, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ia mengatakan, pada Pasal 36 Permenhub tersebut, intinya mengharuskan pihak maskapai memberi kompensasi, termasuk akomodasi terhadap para penumpang yang penerbangannya mengalami penundaan. Selanjutnya pada Pasal 37, setiap keterlambatan wajib diinformasikan dengan alasan yang kuat kepada calon penumpang sedikitnya sebelum 45 menit berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.

"Mengacu Pasal 101 Permenhub Nomor KM 25/2008, sanksinya jika melanggar pasal 36 maka pemerintah bisa mencabut izin usahanya," tukas pria yang juga pengusaha pelayaran tersebut.

Bambang Harjo menambahkan, pada UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan ancaman sanksi pidana terhadap pihak maskapai bersangkutan. "Pasal 62 UU tersebut disebutkan, apabila penyedia jasa tidak memberikan sesuai dengan yang dijanjikan, bisa dipidana penjara 5 tahun dan/atau denda Rp2 miliar," tuturnya.

Sementara itu, pihaknya berharap permasalahan terhadap Lion Air ini dijadikan pembelajaran berharga bagi maskapai lainnya agar menghormati jadwal penerbangan sehingga tidak merugikan banyak pihak, khususnya calon penumpang. "Kami tidak ingin ada permasalahan di dunia penerbangan Tanah Air. Jadikan ini pengalaman dan jangan sampai terjadi di maskapai lainnya," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement