REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pemprov Riau dan 12 kabupaten/ kota di daerah itu, tahun ini memulai program pemberian insentif bagi masyarakat yang membuka lahan tanpa bakar sebagai perwujudan dalam pelaksanaan rencana aksi Riau menanggulangi kebakaran lahan dan hutan.
"Pemerintah harus memberikan insentif bagi masyarakat yang melaksanakan pembukaan lahan tanpa bakar atau PLTB. Ini bentuk nyata untuk mengubah perilaku masyarakat yang masih menggunakan sistem tebas dan bakar untuk pertanian," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau, Yulwiriawati Moesa, di Pekanbaru, Ahad (22/2).
Ia menjelaskan, program insentif bagi PLTB merupakan salah satu bagian dari Rencana Aksi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang baru diluncurkan di Pekanbaru pada 16 Februari lalu. Peluncuran rencana aksi itu turut disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Yulwiriawati menjelaskan rencana aksi selain mewajibkan pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota menyelesaikan regulasi, evaluasi serta pengawasan terhadap izin lingkungan perusahaan-perusahaan, juga berusaha memperkuat upaya pencegahan Karhutla dengan keterlibatan masyarakat.
Selama ini, metode tebas dan bakar (slash and burn) masih menjadi andalan masyarakat dalam bercocok tanam maupun membuka lahan karena alasan lebih murah dan cepat.
Insentif PLTB diyakini menjadi solusi untuk mengubah perilaku masyarakat, dan tinggal menunggu komitmen kuat dari pemerintah dalam pelaksanaannya.
"Karena kalau kita berharap akan nol kebakaran masih belum mungkin selama masyarakat masih membuka lahan dengan membakar. Tugas pemerintah untuk memberikan solusi, dimana pembukaan lahan dengan alat berat yang tanpa membakar membutuhkan biaya yang mahal," ujarnya.
Dalam rencana aksi tidak dijelaskan secara detil bentuk insentif yang harus diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang ingin menerapkan pembukaan lahan tanpa bakar.
Artinya, setiap pemerintah kabupaten/kota boleh membuat program yang dinilai sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah masing-masing. Rencana aksi tersebut ditargetkan bisa seluruhnya dilaksanakan pada tahun 2015.
Namun, ia mengharapkan insentif yang diberikan kepada masyarakat bukan dalam bentuk uang tunai.
"Jadi bisa saja membuat model insentif untuk desa yang tidak ada kebakaran lahan. Tapi, insentif itu bukan dalam bentuk duit melainkan dengan penyediaan sarana prasarana PLTB bagi masyarakat dengan menggunakan teknologi yang ekonomis," katanya.
Yang lebih penting lagi, lanjutnya, pemerintah daerah juga harus berkomitmen kuat untuk menyediaan anggaran khusus yang memadai dalam APBD provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung aspek pencegahan Karhutla.
"Jadi jangan hanya menganggarkan dana ketika sudah terjadi kebakaran atau hanya untuk pemadaman saja," ujarnya.