REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, selama 2014 ada sekitar 62 pengaduan terkait penerbangan yang diterima oleh YLKI. Dari total keseluruhan pengaduan tersebut, Lion Air merupakan maskapai yang paling banyak diadukan. Dua hal yang paling banyak diadukan ialah refund dan delay.
"Pengaduan atas Lion Air terbanyak yang masuk ke YLKI," kata Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi kepada Republika, Sabtu (21/2).
Berdasarkan informasi yang dikemukakan Sularsi, pengaduan refund yang dimaksud ialah pengembalian uang karena ada pembatalan tiket sepihak. Sementara, masalah keterlambatan pemberangkatan yang terjadi di maskapai Lion Air sudah masif.
Dalam data yang dimiliki oleh Kementerian Perhubungan sejak tahun 2011, ketepatan penerbangan Lion Air berada di bawah rata-rata. Sularsi menyatakan, dalam data tersebut ketidaktepatan penerbangan Lion Air mencapai 60 persen.
"Sebenarnya menjadi satu tanda tanya mengapa layanannya seperti itu," lanjutnya.
Sularsi menjelaskan, pemberian kompensasi sebesar Rp 300 ribu tidak dapat mengganti kerugian yang dialami oleh ribuan calon penumpang Lion Air yang terkatung-katung cukup lama. Secara materil, calon penumpang yang hendak melakukan penerbangan bisnis terancam mengalami kerugian yang tidak sebanding dengan nilai kompensasi.
Belum lagi jika kerugian yang ditimbulkan oleh keterlambatan tersebut merupakan kerugian inmateril. "Ini akan lebih besar dari kerugian yang diderita maskapai," jelas Sularsi.
Karena itu, Sularsi mengimbau agar pemerintah, dalam hal ini menteri perhubungan bisa jeli melihat. Ketika terjadi delay dalam skala cukup besar, perlu diketahui penyebabnya. Jika penyebab seringnya terjadi keterlambatan penerbangan dikarenakan faktor eksternal, kemungkinan masih ada toleransinya. Tetapi, jika delay sering terjadi akibat faktor internal, terkait manajemen maskapai misalnya, maka pemerintah perlu mengambil satu tindakan tegas.