REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut pengamat air dan Ahli Teknik Lingkungan, Firdaus Ali, hujan merupakan rahmat dan rejeki dari Tuhan yang diturunkan untuk kehidupan umat manusia. Banjir terjadi karena memang ulah manusia yang belum dapat memanfaatkan.
Ia mengatakan, air berlebih pada saat hujan, harus dapat memanennya dan menyimpannya sehingga pada saat musim kemarau, air dapat digunakan dengan baik. Salah satu upaya untuk memanen air hujan adalah dengan membuat sumur resapan.
"Memang sudah ada aturan di Jakarta, bahwa kalau membangun rumah harus mematuhi koefisien dasar bangunan dan juga membuat sumur resapan. Nah, sebenarnya pemerintah sudah membuat aturan yang baik, namun apakah kesadaran masyarakat sudah baik?" katanya seraya bertanya.
Upaya lainnya yang baik untuk memanen air hujan adalah dengan biopori. Jika kontur jalan lebih rendah dibandingkan dengan sekitarnya, dan tidak ada lubang untuk air mengalir ke selokan maka kiranya di pinggir jalannya dapat dibuat lubang biopori.
"Saya rasa air akan dapat mudah diserap oleh tanah dengan baik. Lubang biopori tidak akan menganggu jalan jika dibuat dengan baik," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (20/2).
Firdaus juga menjelaskan, hujan memang merupakan faktor pemicu terjadinya banjir, namun perubahan kondisi lahan di DKI Jakartalah yang menyebabkan daerah rawan di Ibu Kota terus meluas.
Untuk mengatasinya perlu sinergi antara pemerintah pusat, daerah, pemda lainnya, masyarakat, dan juga swasta. Tanpa sinergi, masalah banjir di DKI Jakarta tidak akan bisa diatasi.
Aturan pemerintah yang ketat, namun kesadaran masyarakat tidak ada, maka percuma saja.
"Jangan selalu salahkan pemerintah jika kita masih membuang sampah sembarangan, di halaman rumah kita tidak ada sumur resapan maupun biopori, dan juga koefisien dasar bangunan kita tidak sesuai dengan aturan yang dicanangkan oleh pemerintah," tutupnya.