REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditjen Bimas Islam Kemenag Machasin mengatakan, persoalan sudah pasti akan muncul ketika memilih menikah beda agama. Selain karena status hukum, juga mengenai pilihan agama yang akan dianut oleh anak-anak.
Agar masalah itu tidak mengganggu masa pertumbuhan anak, Machasin berharap orang tua yang memilih menikah dengan lain agama harus benar-benar mampu mengatasi masalah dengan baik. Ini karena, psikologi anak-anak hasil perkawinan beda agama sangat tergantung kepada oraang tuanya dalam menyikapi berbagai persoalan.
Bila orang tuanya dapat menyikapi berbagai persoalan akibat status hukum pernikahan beda agama ini dengan tenang, maka anak-anak mereka juga tidak akan terganggu dalam hal psikologis. “Itu tergantung bagaimana orang tuanya menyikapi masalah, banyak kok rumah tangga yang nikah beda agama yang hidupnya happy-happy saja,” kata Machasin kepada ROL, Jumat (20/2).
Sebaliknya, Machasin menambahkan bila orang tuanya tidak berhasil bersikap tenang dan tidak konsisten dengan pilihan menikah lain agama, maka akan berdampak buruk kepada anak-anak yang sebenarnya masih belum mengerti persoalan.
“Orangtuanya mesti hati-hati ketika anak-anak masih dalam masa pertumbuhan. Kalau orang tua gelisah dengan persoalan-persoalan yang muncul anak-anak juga ikut gelisah. Padahal anak-anak belum paham,” ucap Machasin.