REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, eksekusi terhadap Terpidana mati kasus narkoba 'Bali Nine' akan diupayakan dipercepat. Meski ada beberapa persiapan teknis yang harus dimatangkan terlebih dahulu.
"Kami sebenarnya berpikir lebih cepat lebih baik. Jangan sampai ada celah yang membuat kita salah," kata Prasetyo di Istana Negara, Jumat (20/2).
Prasetyo mengungkapkan, eksekusi Terpidana mati tersebut tentunya akan menimbulkan respon negatif dari beberapa pihak. Namun, Indonesia juga memiliki aturan hukum yang harus dijunjung. Serta penegasan dalam komitmen pemerintah dalam memberantas narkoba.
Dia memastikan tidak akan ada pembatalan eksekusi. Meski ada upaya yang dilakukan pemerintah negara yang warga negaranya akan diekseskusi. Misalnya pemerintah Australia.
"Saya berharap Australia atau negara manapun yang belum sepakat dengan kita bisa memahami. Indonesia dalam kondisi bahaya dalam kasus narkoba ini, ga ada pembatalan," ujarnya.
Sedianya Kejagung akan mengeksekusi 11 terpidana mati yang sudah ditolak permohonan grasinya. Ke-11 terpidana mati itu, Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana, Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika, Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika, Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana, Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana, dan Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika.
Selanjutnya, Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika, Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika, Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkotika, Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkotika, dan Andrew Chan (WN Australia) kasus narkotika.