Selasa 17 Feb 2015 20:50 WIB

Pengesahan UU Pilkada Dihujani Catatan Fraksi

Rep: Agus Raharjo/ Red: Djibril Muhammad
Sidang Paripurna DPR RI
Sidang Paripurna DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah resmi disahkan DPR RI, Selasa (17/2). Dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon ini, dihujani catatan fraksi-fraksi di DPR RI.

Hujan catatan datang dari Fraksi Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), PKB, PPP, dan Nasdem.

Dalam catatannya, Fraksi Gerindra menyoroti pasal 7 ayat t yang menyebut calon kepala daerah harus mengundurkan diri sebagai anggota TNI, Polri dan PNS sejak mendaftarkan diri sebagai calon.

Hal itu dinilai terlalu kejam. Harusnya calon kepala daerah hanya mengundurkan diri sementara saat mendaftar sebagai calon kepala daerah.

Fraksi Demokrat memberikan catatan soal uji publik yang dihapus dalam UU Pilkada. Menurut Demokrat uji publik merupakan sarana pembelajaran politik bagi masyarakat.

Fraksi PAN juga memberi catatan dalam pengesahan UU Pilkada ini. Menurut PAN, dari hasil simulasi baik di komisi dan KPU siap menyelenggarakan Pilkada di 2016.

Artinya, pemerintah harus lebih cermat dalam melakukan persiapan pilkada, sehingga pilkada tahap pertama tidak menimbulkan ekses di tahapan pilkada serentak.

Fraksi PKB juga memberi catatan soal pelaksanaan pilkada yang serentak terlalu lama.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memberi dua catatan pada UU Pilkada ini. Anggota fraksi PPP, Arsul Sani mengatakan, catatan pertama adalah PPP meminta ada pengawas teknologi di proses rekapitulasi suara.

Selama ini, tim pengawas hanya ada di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Catatan kedua adalah soal uji publik. Menurut PPP, Uji publik penting dilakukan. "Substansi uji publik penting karena semangatnya adalah memberi pengetahuan yang luas pada masyarakat," kata dia saat sidang paripurna, Selasa (17/2).

Fraksi Nasdem juga memberi catatan pada UU Pilkada. Terutama soal kampanye terbatas di pasal 65 ayat a soal kampanye yang dilakukan dengan pertemuan terbatas. Pertemuan terbatas ini tidak dijelaskan lebih lanjut secara detail. Hal ini kemungkinan dapat menimbulkan multitafsir.

Selanjutnya, ambang batas yang ditetapkan dalam UU dinilai terlalu liberal. Menurut Nasdem, legitimasi bagi calon kepala daerah sangat penting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement