Senin 16 Feb 2015 20:24 WIB
Gugatan BG Dikabulkan

PSHK: KPK Seharusnya Ajukan PK Putusan Praperadilan

Red: Ilham
Hakim Sarpin Rizaldi (kanan) memimpin sidang praperadilan Budi Gunawan kepada KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Wihdan
Hakim Sarpin Rizaldi (kanan) memimpin sidang praperadilan Budi Gunawan kepada KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rafiandri mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan Komjen Budi Gunawan.

"KPK sudah seharusnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali menurut KUHAP merupakan upaya hukum luar biasa atas putusan yang berkekuatan hukum tetap," kata Ronald Rofiandri di Jakarta, Senin (16/2).

Menurut Ronald, Mahkamah Agung (MA) dalam beberapa putusannya telah menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan praperadilan. Ronald menilai putusan praperadilan terhadap Budi Gunawan yang dibacakan oleh Hakim Sarpin Rizaldi patut dicermati. Putusan itu mengandung beberapa kelemahan.

Pertama, kata dia, Hakim Sarpin Rizaldi telah melampaui kewenangannya dalam memutus perkara praperadilan terkait penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK.

"Dalil-dalil yang dipertimbangkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi, seperti kualifikasi penyelenggara negara atau penegak hukum adalah pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana. Hal yang mana seharusnya diperiksa pada persidangan pokok perkara, bukan praperadilan," kata Ronald.

Hakim Sarpin Rizaldi telah bertindak melampaui kewenangannya dalam memutus perkara praperadilan ini.

"Hakim Sarpin Rizaldi seharusnya memahami bahwa persidangan ini adalah persidangan praperadilan dan bukan pokok perkara," kata Ronald.

Kedua, kata Ronald, Hakim Sarpin Rizaldi tidak konsisten dalam melakukan penafsiran hukum. Di satu sisi hakim memperluas penafsiran terhadap objek praperadilan yang telah tegas dan jelas diatur dalam KUHAP.

"Di sisi lain, penafsiran yang diperluas itu tidak dilakukan dalam konteks pemaknaan terhadap penyelenggara negara atau penegak hukum," kata Ronald.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement