REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan (BG) sudah dibacakan Hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2). Dalam putusan tersebut, hakim mengabulkan gugatan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap BG.
Hasil putusan dalam sidang tersebut menjadi catatan bagi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia. Peneliti PSKH, Miko Susanto Ginting mengatakan salah satu pertimbangan hakim adalah BG tidak dalam kapasitas sebegai penyelenggara negara atau penegak hukum saat disangka melakukan tindakan pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi.
Miko melanjutkan, hakim kemudian mengacu pada pasal 11 undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, dan pasal 2 undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN.
Miko menilai hakim tidak cermat dalam memaknai pasal 11 undang-undang KPK. Dalam undang-undang tersebut, KPK berwenang menyelidik, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi yang melibatkan penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain, yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Selain itu dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa KPK berwenang untuk menuntut orang yang meresahkan masyarakat atau yang menyebabkan kerugian negara minimal Rp 1 miliar.
Menurut Miko, hakim telah luput dalam mempertimbangkan unsur orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Ia menyebutkan, BG disangka dengan pasal 5 ayat 2, pasal 11, pasal 12 A dan B undang-undang pemberantasan korupsi yang berkaitan dengan suap dan gratifikasi.
“Tindak pidana suap dan gratifikasi tidak mungkin dilakukan seorang diri,” kata Miko dalam rilis PSHK yang diterima ROL, Senin (16/2)
Menurut Miko, harus ada yang menyuap dan yang disuap. Begitupun dengan yang memberikan gratifikasi juga harus ada yang menerima gratifikasi. Hal ini dinilai sangat relevan dengan unsur orang lain yang disebutkan dalam undang-undang KPK.
Selain itu, pembuktian tindak pidana yang disangka dilakukan oleh BG berkaitan dengan tipikor yang dilakukan penyelenggara negara atau penegak hukum. Kewenangan tersebut kata Miko adalah kewenangan persidangan pokok perkara, bukan praperadilan.
Sehingga KPK tetap berwenang dalam menyidik kasus BG dan menetapkannya kembali sebagai tersangka. Bahkan KPK bisa mengajukan kasasi dengan alasan penafsiran hukum dan kekeliruan nyata dalam putusan.
“KPK bisa tetapkan BG sebagai tersangka lagi dan ajukan kasasi,” kata Miko berkesimpulan.