REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) menggelar Pekan Literasi Asia Afrika (PLAA) selama tiga hari. Acara ini berlangsung mulai tanggal 14 sampai 16 Februari 2015.
Menurut Kepala Museum KAA Thomas Ardia Siregar, ini adalah kedua kalinya Museum KAA mengadakan acara PLAA. Setelah sukses tahun kemarin, acara ini kembali digelar agar masyarakat bisa lebih akrab dengan Perpustakaan Museum KAA. "Banyak hal menarik yang dapat digali masyarakat dari koleksi buku-buku kami," kata Thomas kepada wartwan di Gedung Merdeka pada Sabtu (14/2).
Tema yang diusung dalam acara kali ini, kata Thomas, adalah "Mengenal Asia Afrika Melalui Membaca". Di mana tersedia ratusan buku menarik dari berbagai penerbit komunitas dan nasional yang ajan memanjakan pengunjung Miseum KAA. Sehingga, Museum KAA akan menjadi "surga" bagi para pecinta buku.
Thomas mengatakan PLAA tak hanya menyediakan berbagai buku, Museum KAA pun akan mengadakan bedah buku dengan menghadirkan penulisnya. Seperti, bedah buku "Menjadi Bangsa Pembaca" oleh Adew Habsta, buku "Dari Gestapu ke Reformasi" oleh duta Besar Salim said, dan buku "Rajut untuk Semua" oleh Arlyn Ariana. "Akan ada 17 penerbit buku yang terlibat pada PLAA 2015. Kehadiran para penerbit ini merupakan hasil kerjasama antata Museum KAA dan IKAPI Jawa Barat," ujar Thomas.
Selain itu, PLAA pun menyediakan buku-buku langka yang bekerjasama dengan Lawang Buku Beranda. Pasalnya, kata Thomas, berkaca pada pengalaman PLAA 2014 lalu, animo masyarakat terhadap buku-buku langka sangat tinggi.
Pada Sabtu (14/2), selain bedah buku dan film, ada pula sesi storytelling untuk anak-anak. Sesi ini akan dipandu oleh Young African Ambassadors in Asia (YAAA) dan Public Educator Corps (PEC).
Kemudian pada hari Ahad (15/2) ada dua sesi bedah buku, yaitu "150 Tahun Perangko Indonesia" pada Pukul 09.00 - 11.00 bersama Mahpudi dan "Dunia Tanpa Islam" pada pukul 14.00 - 16.00 oleh Fransiskus Borgias dan Irfan Amalee. Sore hari, akan membaca buku secara bersama-sama (mentadarus) The Bandung Connection oleh Asian African Readimg Club (AARC). "Teknik tadarus ini menjadi ikon AARC sejak pertama kali berdiri pada 2009 silam," kata Thomas.
Puncak acaranya pada Senin (16/2) dengan tiga sesi bedah buku yaitu Rajut untuk Semua, Komunikasi Soekarno, dan Menjadi Bangsa Pembaca. Thomas mengatakan semua aktifitas bedah buku dan film jni digelar di Ruang Pameran Tetap Museum KAA. Sedangkan, bazar dan pameran buku disajikan di Ruang Galeri I, Ruang Baca Perpustakaan, dan Sekretariat Sahabat Museum KAA. "Acara ini terbuka untuk umjm dan gratis," katanya.