Jumat 13 Feb 2015 22:18 WIB

Interupsi Justru Lebih Banyak dari Partai Pendukung Pemerintah

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aria Bima
Foto: antara
Aria Bima

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan APBN Perubahan 2015 senilai Rp 1.984 triliun. Pengesahan tersebut dilakukan dalam paripurna ke 19, yang hanya oleh 75 anggota legislatif dan tiga pimpinan.

Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan menyatakan, pengajuan anggaran perubahan 2015 kali tetap sah. "Dengan demikian, karena tidak ada interupsi, DPR RI mensahkan APBN Perubah-an 2015," ucap dia, dalam rapat paripurna, Jumat (13/2).

Sebenarnya, paripurna pengesahan APBN Perubahan 2015 kali ini berjalan tak mudah. Sebab, sejak awal sidang, banyak interupsi dari para anggota dewan. Terutama, dari Fraksi PDI Perjuangan yang merupakan partai pemerintah.

Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima mengungkapkan paripurna ke 19 itu berjalan lama disebabkan persoalan Penyertaan Modal Negara (PMN) setotal Rp 37,5 triliun. Dana bantuan pemerintah itu sebenarnya dialokasikan untuk BUMN. Akan tetapi, dikatakan dia, banyak perusahaan calon penerima dana PMN tak layak.

Contohnya, kata dia, PT. Perkebunan Nusantara dan Jakarta Lloyd. Kata dia, perusahan itu bukan BUMN. PT PN milik negara hanyalah PT PN III. Sedangkan PT PN lainnya, bukan BUMN lantaran modal pemerintah tak sampai 10 persen.

Akan tetapi, dalam pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) dua perusahaan tersebut tetap dibahas. "Itu contohnya. Perusahaan-perusahaan itu semestinya gak bisa mendapatkan PMN," kata dia.

Politikus PDI Perjuangan ini menerangkan, larangan PT PN dan Jakarta Lloyd mendapatkan PMN sudah ditegaskan dalam rapat di komisi. Hanya saja, diungkapkan dia, tetap dibahas dalam Banggar sampai terbawa ke paripurna karena pemerintah tidak menarik permohonan penerimaan PMN tersebut.

Kata dia, mekanisme anggaran perubahan, sebenarnya mendesak pemerintah aktif. Semestinya pemerintah menarik daftar-daftar perusahaan yang sudah ditolak Komisi VI untuk mendapatkan PMN.

Selain itu, kata dia, catatan lainnya adalah adanya nama bad-an nirlaba pemerintah, BPJS yang juga turut menerima dana PMN sebesar Rp 3,5 triliun. Padahal kata dia, badan pelayan-an kesehatan itu tidak layak menerima PMN. "BPJS itu bukan BUMN," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement