Jumat 13 Feb 2015 16:00 WIB

Pekerja Rumahan Kurang Diperhatikan Pemerintah

Rep: Andi Nurroni/ Red: Yudha Manggala P Putra
PRT TKI/ilustrasi
PRT TKI/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Pekerja rumahan adalah profil masyarakat marginal yang menyedihkan. Meskipun jumlahnya jutaan, mereka kurang mendapatkan perhatian, termasuk dari Pemerintah. Konvensi Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) Nomor 177 (1996) tentang Kerja Rumahan mendefinisikan, pekerja rumahan adalah mereka yang bekerja di luar tempat pemberi kerja.

Pekerja rumahan umumnya adalah perempuan. Bekerja tak mengenal kontrak kerja, jam kerja, apalagi jaminan sosial. Dengan alasan pemberdayaan kaum ibu, mereka umumnya diupah sangat redah. Keberadaan mereka rawan dimanfaatkan oleh pengusaha untuk menekan ongkos produksi.

Begitulah sedikit wacana yang mengemuka dalam lokakarya tentang pekerja rumahan yang digelar ILO di Surabaya, 12-14 Februari. Forum tersebut menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Dinas Tenaga Kerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Serikat Buruh, LSM, termasuk perwakilan pekerja rumahan itu sendiri.        

Lokakarya diselenggarakan sebagai rangkaian dari program ILO MAMPU, yang bermakna “Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan”. ILO MAMPU yang merupakan program pewacanaan isu dan pengembangan kapasistas pekerja rumahan diselenggarakan di sejumlah provinsi di Indonesia.

Daerah-daerah tersebut adalah Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Koordinator Program ILO MAMPU Jawa Timur  Lilis Suryani menjelaskan, para pekerja rumahan selama ini seolah tidak terlihat. “Tidak ada data tentang mereka. Mereka sendiri tidak kuat, tidak pernah berkelompok dalam serikat. Dari sisi kebijakan nasional, tidak ada payung hukum yang menjelaskan pekerja rumahan,” kata Lilis di sela lokakarya, Kamis (12/2).

Lilis melanjutkan, program ILO Mampu yang didanai Australian Aid bertujuan untuk mendorong perbaikan nasib pekerja rumahan. Mulai dari mengorganisasikan para pekerja rumahan dan mendorong hadirnya regulasi yang berpihak pada kehdupan pekerja rumahan.

“Beberapa target kami adalah mendorong adanya kontrak kerja tertulis, pembatasan jam kerja, serta  jaminan sosial. Dan yang paling penting adalah tentang K3, yakni keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja,” ujar Lilis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement