REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dialog regional ke-3 AGENDA ditutup hari Kamis (29/1) lalu di Hotel JS Luwansa Jakarta. Penutupan dihadiri oleh Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa.
“Dua dekade terakhir ada perubahan isu disabilitas dari masalah individu menjadi masalah sosial,” kata Khofifah dalam siaran pers, Rabu (2/11).
Perubahan ini berdampak positif pada perjuangan persamaan hak disabilitas khususnya dalam pemilu. Sehingga penyandang disabilitas dari berbagai negara bisa bergerak bersama-sama untuk memperjuangkan haknya.
Khofifah menambahkan, bahwa negara-negara di Asia Tenggara sudah menjadi satu masyarakat yang tanpa batas. Isu persamaan hak disabilitas sudah menjadi isu global.
Selain mengafirmasi kembali Bali Commitment (hasil dari Dialog Regional ke-2 di Bali), dialog kali ini juga merumuskan beberapa hal yang disepakati dalam Jakarta Addendum.
“Ada pembahasan mengenai hak-hak masyarakat yang mengalami double marginal. Misalnya penyandang disabilitas sekaligus indigenous people,” kata Disability Rights Advisor AGENDA, Risnawati Utami.
Ada beberapa kelompok marginal yang mengalami diskriminasi di bidang sosial ekonomi, gender, masyarakat adat, dan juga usia (misalnya orang tua lanjut usia). Di negara berkembang tercatat ada 280 juta penyandang disabilitas yang hidup di bawah garis kemiskinan dan minim pendidikan. Sehingga mereka yang kebanyakan masih usia produktif tidak punya akses terhadap partisipasi politik.
Kemiskinan juga menyebabkan keterbatasan akses pendidikan dan kemampuan untuk berbahasa nasional. Segala keterbatasan ini menyebabkan mereka tidak terdaftar dalam daftar calon pemilih. Marginalisasi ini diperparah bila masyarakat tersebut sekaligus penyandang disabilitas. Sehingga Risna menyebutkan sebagai masyarakat yang mengalami double atau bahkan triple marginalisasi.
Dari hasil dialog regional, para anggota konferensi yang terdiri dari komisi pemilihan umum berbagai negera, organisasi penyandang difabel, institusi pemerintah, dan juga penyandang disabilitas menyepakati empat hal yang termuat di dalam Jakarta Addendum yaitu mengidentifikasi hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dan kelompok marginal dengan mengembangkan cara untuk menghilangkan hambatan tersebut, hak-hak penyandang disabilitas di arusutamakan di dalam lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan gender, kepemudaan , lembaga swadaya lainnya serta di dalam lembaga pemerintah.
Ketiga, wanita dengan disabilitas dan penyandang disabilitas dari kelompok minoritas disertakan di dalam lembaga pembuat kebijakan, disertakan di dalam proses politik dalam semua tahapan dan di dalam AICHR. Keempat, kerangka pembangunan global pasca 2015 menyertakan pasal untuk memperkuat hak politik dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dari kelompok marginal.