Senin 09 Feb 2015 23:10 WIB

Jelang Reses, Revisi UU Pilkada Masih Alot

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria.
Foto: Antara
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan Undang-Undang nomor 1 tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah disahkan masuk dalam RUU Prioritas Program Legislasi Nasional (prolegnas) 2015. DPR RI menargetkan revisi UU Pilkada selesai sebelum masa reses tanggal 17 Februari. Namun di internal DPR masih menyisakan beberapa hal yang alot untuk disepakati.

Wakil Ketua Komisi II, Achmad Riza Patria mengakui, ada beberapa poin dalam revisi yang belum disepakati secara bulat oleh anggota dewan. Beberapa hal ini, menurutnya tetap akan dibawa untuk dibahas dengan pemerintah Rabu (11/2) mendatang.

Diantara poin yang masih belum menghasilkan suara bulat ini misalnya, soal paket dan tidak paket calon kepala daerah dengan wakil kepala daerah. "Masih ada fraksi yang ingin calon kepala daerah dan wakil satu paket, ada yang wakil kepala daerah diangkat," katanya usai sidang paripurna, Senin (9/2).

Ia melanjutkan, persoalan lain yang alot dibahas adalah terkait syarat ambang batas kemenangan. Masih belum bulat berapa ambang batas ini, sebab masih ada yang mengusulkan 25 persen dan 30 persen.

Jumlah kursi juga masih belum bulat disepakati, antara 15 sampai 20 persen. Lalu, soal syarat minimal tingkat pendidikan, masih alot dalam pembahasan. Beberapa fraksi ingin syarat minimal pendidikan hanya SMA, sedangkan yang lain ada yang menginginkan syarat minimal pendidikan adalah Strata 1 (S1).

Soal batas minimal umur juga belum ada titik sepakat di internal DPR. Namun, Riza optimis dalam waktu 8 hari kedepan, revisi UU Pilkada dapat selesai. "Optimis, pasti selesai, tinggal harmonisasinya saja," ucapnya.

Sementara politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Arif Wibowo mengatakan tahapan pelaksanaan Pilkada masih harus dibahas lebih lanjut. Sebab, dalam pelaksanaan yang akan dilakukan secara bertahap akan menempatkan pelaksanaan di tahun 2018.

Hal ini dinilai akan memberatkan tugas dari KPU karena disaat bersamaan juga dilaksanakan tahapan pemilihan legislatif. Selain itu juga kepala daerah yang dipilih tahun 2013 lalu akan berakhir masa jabatannya di 2019. Jelas kondisi ini tidak boleh dimajukan karena akan mengurangi masa jabatan. Hal ini juga berlaku sama jika pelaksanaan diundur maka akan terlalu lama.

"Kondisi ini akan membuat PLT semakin banyak, dan pengundurannya harus dihitung berapa lama diundur," katanya.

Arif menambahkan, perpanjangan ini dapat dilakukan setahun atau dua tahun. Namun, imbuh dia, jika PLT kepala daerah terlalu banyak maka akan membuat pemerintah kesulitan, sebab menyangkut ketersediaan yang layak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement