Senin 09 Feb 2015 19:14 WIB

Dua Dalil Praperadilan BG Keliru

Suasana sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan kepada KPK yang dihadiri tim kuasa hukum Komisaris Jenderal Pol. Budi Gunawan dan tim kuasa hukum KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (9/2).  (Antara/RenoEsnir)
Suasana sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan kepada KPK yang dihadiri tim kuasa hukum Komisaris Jenderal Pol. Budi Gunawan dan tim kuasa hukum KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (9/2). (Antara/RenoEsnir)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua dalil dalam permohonan praperadilan status tersangka Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan yang dibacakan tim kuasa hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/2), terbukti keliru.

Salah satu tim divisi hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasamala Aritonang mengatakan dalil permohonan yang menyebutkan laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2009 sebagai dasar penetapan tersangka Budi Gunawan tidak tepat.

"Dalil pemohon yang menyatakan laporan hasil analisis 2009 itu tidak benar, dasar kita (hasil analisis PPATK) tahun 2014," kata Rasamala seusai persidangan.

Ia mengatakan KPK memulai penyelidikan kasus Budi Gunawan pada Juni 2014 berdasarkan informasi dari aduan masyarakat dan hasil analisis PPATK.

Sedangkan dalil permohonan lain, yaitu contoh praperadilan tersangka yang pernah dikabulkan hakim juga terbukti keliru.

Kuasa hukum Budi Gunawan, Frederich Yunadi memberi contoh perkara praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel yang digelar di PN Jakarta Selatan atas nama Bachtiar Abdul Fatah terkait perkara yang melibatkan PT Chevron Pacific Indonesia.

Dalam praperadilan tersebut, Bachtiar yang ditetapkan tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung terbebas dari status tersangkanya.

Frederich meminta perkara praperadilan tersebut dijadikan rujukan untuk mengabulkan praperadilan Budi Gunawan.

Namun Rasamala mengingatkan, putusan hakim Suko Harsono yang memimpin persidangan dikenai hukuman disiplin oleh Mahkamah Agung (MA).

Selain itu Bachtiar kembali ditetapkan sebagai tersangka dan proses penyidikan dilanjutkan kembali oleh Kejaksaan Agung.

"Dalil kami bahwa sudah ada surat MA yang menyatakan bahwa hakim yang bersangkutan dikenakan hukuman disiplin terkait tindakannya, MA sendiri menyatakan bahwa itu di luar kewenangan pengadilan," kata dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement