REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Penantian publik atas keputusan yang akan diambil terhadap konflik antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap kaprah.
Penilaian tersebut juga terkait dengan pernyataan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP tentang pengembalian keputusan terkait lembaga antikorupsi pada Presiden Jokowi jika seluruh komisioner dinonaktifkan menuai kritik.
"Saya artikan pernyataan itu seolah Presiden memiliki kekuatan membekukan KPK," ujar Ketua Umum Sentral Pemberdayaan Masyarakat Nelly Rosa Siringo-ringo, Ahad (8/2).
Seharusnya, imbuh Nelly, keputusan tentang masa depan komisioner KPK jangan dikembalikan kepada Presiden Jokowi. Karena secara konstitusi, KPK dibentuk oleh DPR RI dan pimpinannya juga dipilih oleh mereka.
"Jadi, sebaiknya dikembalikan keputusan tentang KPK ke DPR RI. Dengan harapan DPR RI bisa berpikir dengan terang bahwa konflik antara Polri-KPK yang dibiarkan berlarut-larut akan membusukkan lembaga tinggi negara lainnya," urai Nelly.
Jika dibiarkan berlarut-larut, dia mengingatkan, maka Presiden juga dapat membahayakan negara karena membiarkan tertularnya konflik dan pembusukan ke lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Puncaknya, menurut Nelly, moral rakyat dan bangsa bisa rusak karena lembaga-lembaga hukum saling berseteru.