REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu inisiator mobil Esemka Sukiyat berharap jika memang mobil nasional hasil kerjasama dengan Proton terwujud, sebaiknya tidak menggunakan nama produsen mobil asal Malaysia tersebut sebagai mereknya. Nama-nama yang digunakan tetap harus berciri khas Indonesia.
"Seperti Kiat Esemka, Rajawali, dan lainnya," kata Sukiyat saat dihubungi ROL, Sabtu (7/2).
Pemilik Bengkel Kiat Motor ini mengaku tidak mempermasalahkan penandatangan nota kesempahaman antara perusahaan otomotif asal Indonesia PT Adiperkasa Citra Lestari (ACL) dan Proton yang disebut-sebut untuk keperluan riset dan pengembangan mobnas.
Dengan catatan, pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak lantas melupakan mobil Esemka. Ia berharap mobil yang dirakitnya bersama para siswa SMK di Solo itu tetap diberdayagunakan. Setidaknya, kerja sama dengan Proton, untuk keperluan transfer teknologi. "Nanti yang dilibatkan adalah tenaga-tenaga kerja dari Indonesia," ungkap Sukiyat.
Seperti dilaporkan Bernama, CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah dan CEO PT ACL Abdullah Mahmud Hendropriyno (mantan kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia) baru saja meneken nota kesepahaman, di Shah Alam, Jumat (6/2) .
Penandatangan itu disaksikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak, dan Komisaris Proton Tun Dr Mahathir Mohamad. Hadir juga, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Herman Prayitno.
Disebut-sebut perjanjian ini merupakan upaya pemerintah Indonesia mengembangkan mobil nasional. Namun ternyata kabar tersebut ditepis Menteri Perindustrian Saleh Husin.
Husin membantah kerja sama itu disebut sebagai upaya menjadikan Proton sebagai mobil nasional Indonesia. "Itu tidak ada. Itu MoU murni bussiness to bussiness. Dalam rangka membuat visibility study untuk enam bulan ke depan," katanya kepada ROL, Sabtu (7/1).
Bahkan, kata dia, kerja sama itu sama sekali tidak menggunakan pendanaan negara. Baik itu APBN maupun anggaran dari BUMN. "Tidak ada itu. Lagian buat apa mobil nasional, kan nanti Desember semua merek sudah bebas masuk. Apalagi WTO juga sudah bilang tidak boleh itu ada mobil nasional," tambahnya.
Saleh juga mengaku tidak tahu mengenai pihak swasta yang menjalin kerja sama itu. "Soal Hendropriyono saya tidak tahu. Saya juga baru tahu dari media," ujarnya.