REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai Presiden Joko Widodo menyiratkan tidak akan melantik Komjen Pol Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian RI.
"Sinyal Presiden Jokowi arahnya tidak melantik Budi Gunawan. Hal itu dapat kita lihat dia mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pada 16 Januari menunda pelantikan," tutur Refly di Jakarta, Kamis (5/2).
Menurut dia, Presiden memainkan "Politik Jawa" yang tidak menegaskan sesuatu dengan terang-terangan, melainkan dengan tersirat, termasuk memutuskan menunggu proses peradilan Budi Gunawan.
"Yang dimainkan adalah 'Politik Jawa', tidak menyatakan sesuatu secara terus terang, tapi secara tersirat menunggu proses peradilan, tapi proses peradilan tidak sebentar, memakan waktu hingga berbulan-bulan," tutur dia.
Menurut dia, sebaiknya Budi Gunawan menangkap sinyal tersebut dengan baik, dan mengundurkan diri untuk menghentikan polemik calon Kapolri.
Apalagi, ujar dia, sinyal Presiden juga didukung Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang mengatakan dengan gamblang menginginkan Budi Gunawan mundur untuk memudahkan Presiden dalam mengambil keputusan.
Selanjutnya, ia menilai Presiden tentu mempertimbangkan jika melantik Budi Gunawan akan merugikan dirinya karena merusak citranya sebagai presiden pilihan rakyat dan juga partai pengusungnya.
Citranya mendorong tersangka menjadi pejabat publik, ujar dia, bahkan dapat lebih buruk dibandingan Susilo Bambang Yudhoyono yang menterinya tersangkut kasus korupsi juga.
"SBY menterinya tersangkut kasus korupsi mundur, apalagi ini belum jadi. Sebaiknya tidak jadi dilantik," ucap dia.
Sebelumnya Ketua Tim Independen Penyelesain Konflik KPK-Polri, Syafii Ma'arif mengatakan mendapat kepastian Presiden Joko Widodo tidak akan melantik calon Kapolri Komjen Budi Gunawan melalui telepon langsung dari Presiden.