REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyatakan siap apabila diinginkan kembali menduduki jabatan yang sama di kepengurusan NU periode lima tahun mendatang.
"Kalau masih dipercaya saya siap, tetapi bukan berarti saya ambisius ingin menjadi ketua umum (lagi)," kata Kiai Said Aqil di Jakarta, Selasa (3/2).
Meski demikian, Kiai Said Aqil menyatakan tidak membuat strategi atau langkah tertentu supaya bisa terpilih lagi dalam muktamar yang akan digelar di Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 1-5 Agustus mendatang.
"Saya mengalir saja. Kalau dipercaya lagi saya siap. Kalau nggak, ya nggak apa-apa, nggak perlu kampanye ke sana kemari. Malu," kata Kiai Said Aqil yang terpilih menjadi ketua umum PBNU periode 2010-2015 dalam muktamar NU ke-32 di Makassar, Sulawesi Selatan, lima tahun silam.
Kiai Said Aqil menyatakan bahwa menduduki jabatan Ketua Umum PBNU bukanlah segala-galanya. Bagi kiai yang menyandang gelar profesor di bidang tasawuf itu, jabatan di NU adalah sebuah pengabdian, ibadah, dan amanah.
"Kalau tidak menjadi ketua umum, saya juga tidak habis. Nggak seperti itu. Saya terus terang saja malu kalau di NU itu terlalu ambisius," katanya.
Menurut Kiai Said Aqil, hal yang paling menarik terkait jabatan ketua umum PBNU yang saat ini disandangnya adalah banyaknya tantangan yang diakuinya semakin menjadikannya matang.
Jika sebuah permasalahan datang, Said Aqil mengaku selalu ingat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang diakuinya merasakan tantangan jauh lebih berat dari yang dirasakannya selama lima tahun memimpin NU.
"Gus Dur berhadapan dengan tentara, pemerintah dari rezim Orde Baru. Kalau saya tidak. Tantangan kalau ada orang tidak senang, pasti ada. Orang mengkritik saya tunggu. Saya senang kritik yang konstruktif," katanya.