REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menyampaikan terobosan kebijakan terkait aparatur sipil Negara (ASN), yaitu Kewajiban Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN).
“Jadi aturan ini tidak hanya diperuntukkan untuk jajaran eselon I, II dan menterinya saja seperti yang diperintahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi juga untuk seluruh pegawai di eselon III, IV, V dan bahkan para staf,” kata Yuddy, dalam rilisnya, Selasa (3/2).
LHKASN ini dilakukan sebagai upaya untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan. Menurutnya, indikasi korupsi tidak hanya dilakukan oleh para pejabat di eselon II dan I saja, namun juga bisa terjadi di eselon III, IV, dan V.
Kebijakan LHKASN ini disebarluaskan melalui surat edaran Nomor 1 Tahun 2015. “Dari 330 pegawai di Kementerian PANRB, yang sudah lapor LHKASN sampai sekarang yaitu 296 orang, sementara sisanya masih belum melaporkan,” ungkap Yuddy.
Alasannya, sebanyak 10 orang sedang tugas belajar, dua orang sedang cuti, empat orang sakit, dan 18 orang sedang melakukan tugas kedinasan.
“Jadi ada 34 orang yang belum lapor dan kami pastikan semuanya lapor,” kata Yuddy.
Dia mengatakan, format LHKASN ini dibuat lebih sederhana dibanding format laporan harta kekayaan penyelenggara Negara (LHKPN) KPK. Nantinya, laporan tersebut akan diserahkan ke pimpinan instansi pemerintahan masing-masing melalui aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) dan selanjutnya dibuatkan bank data sebagai informasi.
“Nanti disimpan di bank data online. Jadi jika KPK sewaktu-waktu membutuhkan itu bisa diakses. Jadi ini akan memudahkan melakukan pengawasan dan kebijakan yang dilakukan,” kata Yuddy.
Laporan harus sudah disampaikan paling lambat tiga bulan setelah kebijakan ditetapkan, dan paling lambat sebulan setelah pejabat diangkat dalam jabatan, mutasi atau promosi, serta sebulan setelah berhenti dari jabatan.
Apabila ASN tidak memenuhi kewajiban penyampaian LHKASN maka akan dikenai sanksi berupa peninjauan kembali (penundaan/pembatalan) pengangkatan dalam jabatan struktural/ dan fungsional.
“Pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenai sanksi seusia dengan peraturan perundang-undangan,” katanya.