REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat sepakat dengan eksepsi yang diajukan oleh DPP Golkar kubu Aburizal Bakrie pada Senin (2/2).
Sebab hal ini sesuai dengan pasal 32 dan pasal 33 Undang Undang Partai Politik yang menyatakan ketika suatu parpol mengalami masalah di internal partai, maka masalah tersebut diselesaikan di internal partai.
Kuasa hukum DPP Golkar Kubu Aburizal Bakrie, Yusril Izha Mahendra menuturkan gugatan yang disampaikan DPP Golkar kubu Agung Laksono melalui PN Jakarta Pusat menyalahi prosedur hukum.
Mestinya, menurut Yusril, ketika di internal partai teradapat masalah, maka partai perlu melakukan musyawarah mufakat, jika jalan tersebut tak dapat ditempuh, maka masalah dibawa ke Mahkamah Partai, yang diproses melalui sidang mahkamah partai.
Setelah mahkamah partai memutuskan dan salah satu pihak ada yang tidak sepakat, maka salah satu pihak tersebut baru bisa mengajukan gugatan ke pengadilan negeri.
Sayangnya, menurut temuan Yusril, kubu Agung Laksono tidak mempunyai cukup bukti bahwa mereka sudah mengujakan persoalan ke mahkamah partai. Yusril mengklaim kubu Agung Laksono mengaku sudah mengajukan ke mahkamah partai dengan mencatut nama Prof. Muladi selaku ketua mahkamah partai.
Namun, menurut Yusril ucapan Prof. Muladi tidak bisa dikatakan sebagai keputusan mahkamah partai, sebab Prof. Muladi mengatakan Munas Bali tidak sah, dan Munas Ancol sah merupakan statement pribadi.
"Ada prosedur yang dilompati, mereka tidak bisa juga menunjukan bukti kepada majelis hakim bahwa mahkamah partai sudah melakukan sidang," kata Yusril saat dihubungi Republika Online, Senin (2/2).
Merespons hasil putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk tidak memproses gugatan yang diajukan oleh kubu Agung Laksono, Agung Laksono pun akan memikirkan ulang untuk melanjutkan perkara ini ke tingkat kasasi atau tidak.
Namun, Yusril menilai hal tersebut sah sah saja dilakukan. Yusril mengatakan mengajukan kasasi merupakan hak penggugat.
"Hasil kasasi itukan ada dua, Mahkamah Agung menyatakan pengadilan negeri jakarta pusat berwenang untuk melanjutkan proses tersebut, atau tidak berwenang. Jika MA menyebutkan PN berwenang melanjutkan peradilan, maka kita lanjutkan saja, peradilan kembali digelar," tambah Yusril.