REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum Komjen Budi Gunawan mengaku bahwa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menolak untuk bertemu. Tim kuasa hukum berniat untuk bertemu dengan pimpinan KPK, untuk mengajukan protes terhadap institusi itu.
"Kami dapat balasan bahwa kedatangan kami 'ditolak bertemu oleh Abraham Samad'. Kami ditolak dan saya terima," kata pengacara Budi Gunawan, Eggi Sudjana di gedung KPK Jakarta, Senin (2/2).
Eggi bersama dengan pengacara Budi lain yaitu Razman Arif Nasution dan Sekretaris Jenderal Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT IB) Bob Hasan datang untuk mengajukan protes terhadap penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
"Menurut KUHAP pasal 51 bahwa kami harus mendapatkan kejelasan (mengenai alat bukti). Ini fakta hukum, kenapa ditolak? maka jangan lagi dong panggil klien kita. Giliran kita hadir, ditolak," jelasnya.
Padahal dalam pasal 36 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. Pengacara juga menilai penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka juga dinilai merugikan pribadi calon Kapolri tersebut.
"Akibat kerugian yang dialami klien kami karena ditetapkan sebagai tersangka, maka hak konstitusional yang dimiliki klien kami yang telah disetujui DPR melalui paripurna, yang diusulkan presiden Joko Widodo, maka tertunda ini adalah kerugian," kata Budi Nugroho.
Mereka juga memprotes status Budi yang pada 2003-2006 yang bukan penyelenggara negara.
"Kenapa pada 2003-2006? Ini dilakukan BG sebagai pengembang karir, ini bukan penegak hukum, bukan penyelenggara negara karena dia tidak berhubungan dengan peradilan jabatannya itu padahal penegak hukum itu harus berhubungan dengan peradilan. Asumsi saat ini KPK yang benar, polisi salah, jadi opini bahwa BG adalah koruptot, ini sangat merugikan," jelasnya.
Padahal dalam penjelasan pasal 42 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa lembaga penegak hukum negara lain, termasuk kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan badan-badan khusus lain dari negara asing yang menangani perkara tindak pidana korupsi.