Jumat 30 Jan 2015 20:47 WIB

Kasus DBD di Surabaya Meningkat

Rep: Andi Nurroni / Red: Julkifli Marbun
Fogging DBD
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Fogging DBD

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Demam Berdarah Dengue (DBD) sedang mewabah di Jawa Timur, tak terkecuali mengancam penduduk Kota Surabaya. Meski tidak termasuk dalam 15 kabupaten/kota yang mengalami kejadian luar biasa (KLB), pada musim hujan kali ini, Surabaya menghadapi peningkatan kasus DBD.      

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, pada Januari 2015, jumlah kasus DBD mencapai 61 kasus. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Januari 2014, yang hanya ada 36 kasus. Beruntung, belum ada korban meninggal dunia sejauh ini.

“Selama Januari ini, trennya (DBD) memang cenderung meningkat. Namun, peningkatan ini belum merupakan kejadian luar biasa (KLB) dan mudah-mudahan tidak KLB,” ujar Febria. kepada wartawan dalam jumpa pers di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Jumat (30/1).

Kasus DBD memang tengah melanda Jawa Timur. Sebanyak 15 kabupaten/kota telah ditetapkan  Gubernur sebagai wilayah KLB DBD. Menurut Febria, sebuah kota/kabupaten bisa dinyatakan bila jumlah kasus yang terjadi lebih dari dua kali lipat dari kasus di bulan yang sama pada tahun sebelumnya.

Untuk menekan jumlah kasus DBD yang terjadi di Surabaya, disampaikan Febria, Pemkot Surabaya akan menggelar gebyar apel Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD tahun 2015 yang digelar di halaman Taman Surya, Ahad, 1 Februari mendatang.

Kegiatan yang rencananya diikuti 1500 peserta tersebut akan diawali dengan pelaksanaan apel di halaman Taman Surya untuk mendapatkan arahan dan pembinaan dari Wali kota Tri Rismaharini. Setelah ape, ia melanjutka, Pemkot akan melakukan inspeksi ke kecamatan/kelurahan, dibarengi pemeriksaan jentik serentak oleh pemantau jentik di seluruh wilayah Kota Surabaya..

“Mudah-mudahan setelah acara gebyar, setiap warga mulai dari lingkungan RT/RW juga melakukannya rutin setiap pekan. Harapannya, kota Surabaya bebas dari jentik nyamuk demam berdarah. Kita harus bersama-sama mewujudkan Kota Surabaya bebas demam berdarah,” Febria.  

Sejak Desember 2014 lalu, Wali Kota Surabaya sebenarnya sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Wali Kota untuk mengingatkan agar waspada terhadap DBD. SE tersebut ditujukan ke instansi pemerintah dan non-pemerintah, pengelola hotel, restoran, BUMD, REI, dan RT/RW.

Selain itu, menurut Febria, SE tersebut juga mengimbau untuk optimalisasi peran pemantau jentik . “Jadi bukan hanya di rumah, di mal-mal dan sekolah juga tempat publik, harus rajin memantau jentik di lingkungannya,” ujar dia.

Febria menjelaskan, kasus DBD diprediksi akan terus terjadi sepanjang Februari hingga April nanti. Ini karena musim penghujan masih terjadi, dan memungkinkan adanya genangan air di beberapa tempat. Di Surabaya, menurut Febria, Kecamatan Sawahan (kelurahan Putat), menjadi kawasan dengan kasus DBD tertinggi.

Hal tersebut, menurut Febria, dikarenakan lokasi pemukimakan yang padat, dan berdasarkan hasil inspeksi Dinkes Surabaya, juga ditemukan banyak tumpukan barang bekas . Kecamatan yang jumlah kasus nya juga banyak, Febria menambahkan, adalah Rungkut dan Bubutan.

Sementara Tandes dan Wonokromo, dua kecamatan yang tahun lalu kasus DBD tergolong tinggi, menurut Febria, untuk tahun ini sudah turun. “Untuk mencegah terjadinya kasus DBD ini dibutuhkan peran serta dari seluruh masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin setiap satu minggu sekali," ujar dia.

Langkah meminimalisasi risiko DBD, menurut Febria, adalah pelaksanaan 3M Plus oleh masyarakat, yakni menguras, menutup, mengubur/mendaur ulang barang bekas, plus penggunaan bubuk pembunuh jentik,” kata Febria.

Terkait penanganan, Febria menegaskan, Dinkes Surabaya memiliki 19 Puskesmas yang siaga 24 jam. Febria juga mengingatkan warga, apabila ada anggota keluarga yang badannya panas tinggi, segera dibawa ke Puskesmas atau klinik. Sebab, jatuhnya korban DBD umumnya dikarenakan korban telat dibawa ke Puskesmas.

“Untuk pertolongan pertama, tolong diimbau makan makanan yang lunak. Intinya kekebalan tubuh harus dinaikkan. Juga jangan lengah. Kalau panasnya sudah turun di hari ketiga, harus tetap dipantau karena ada virusnya,” imbau Febria.

Menurut Febria, dari tahun ke tahun, kasus DBD selalu ditemukan dan jumlahnya fluktuatif. Dalam lima tahun terakhir, kasus DBD di Surabaya paling tinggi terjadi pada 2010 dengan 3379 kasus. Lalu pada 2011, turun jauh menjadi 1008 kasus.

Pada 2012, kasus DBD kembali naik menjadi 1091 dan kembali naik menjadi 2207 kasus di tahun 2013. Dan pada 2014 lalu, upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya lewat program pemberantasan sarang nyamuk (PSN), membuat kasus DBD turun menjadi hanya 816 kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement