REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berhasil menutup lokalisasi Dolly dan Jarak, namun tidak mampu memberantas pertumbuhan prostitusi karena banyak pekerja seks komersial (PSK) eks-Dolly lari ke luar daerah.
"Waktu saya berkunjung ke Manado. Saya baca di koran ternyata ada PSK Dolly yang pindah ke Manado," kata Bagong Suyanto saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi D DPRD Surabaya, Rabu (28/1).
Mendapati hal itu, Bagong memandang Pemkot Surabaya belum berhasil memberantas prostitusi. Secara simbolis, Pemkot memang sudah menutup Dolly dan Jarak. Tapi, embrio PSK semakin tumbuh dengan subur.
Dia meyakini, ditutupnya Dolly dan Jarak hanya memicu tumbuhnya tempat prostitusi secara terselubung. Apa lagi persebaran penyakit HIV/AIDS semakin tidak terkontrol.
"Jadi ini akan menjadi bom waktu, saya nilai Pemkot tidak berhasil memberantas prostitusi," jelasnya.
Banyaknya PSK yang pindah tempat ke luar daerah tidak lepas dari program pengentasan yang dilakukan Pemkot Surabaya. Selama ini program yang disediakan Pemkot cenderung menyamaratakan kebutuhan warga terdampak penutupan Dolly dan Jarak.
Program pelatihan, seperti menjahit, membuat kue tidak tepat sasaran. Apa lagi program tersebut hanya diberikan dalam waktu singkat sehingga tidak cukup membekali warga terdampak untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha.