REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Harris, menilai revisi Undang-Undang Pilkada tak perlu menyentuh soal sistem paket. Menurutnya yang harus lebih serius dibahas adalah hal teknis pelaksanaan Pilkada.
"Persoalan sistem paket itu, nantinya hanya mengulur-ulur waktu. Sementara, pelaksanaannya itu lebih penting," kata dia saat dihubungi, Selasa (27/1).
Syamsuddin melanjutkan jika pun harus kembali direvisi, Komisi II DPR RI, seharusnya lebih memperhatikan kemampuan penyelenggara. Ia mengatakan, dalam UU Pilkada, dijelaskan soal pelaksanaannya mulai berlaku tahun sekarang. Akan tetapi, dikatakan dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui belum mampu untuk melaksanakan.
Sejumlah fraksi di Komisi II DPR RI mendesak agar UU Pilkada direvisi kembali. Perubahan tersebut dilakukan lantaran dikat-akan, bahwa pelaksanaan Pilkada hanya untuk memilih Kepa-la Daerah. Bukan bersama wakilnya.
Namun, sejumlah fraksi menilai pemilihan kepala daerah, harus satu paket dengan wakilnya. Sebab, dalam proses pemerint-ahan, peran kepala daerah bersama wakilnya semestinya dari produk pemilihan yang sama.
Dari 10 fraksi di Komisi II DPR RI, hanya fraksi Demokrat dan PDI Perjuangan yang tetap mempertahankan agar Pilkada ha-nya untuk memilih kepala daerah. Sebab, dikatakan dalam UUD 1945 tidak mengenal istilah wakil kepala daerah.