Selasa 27 Jan 2015 06:30 WIB

Jokowi Diminta Tata Ulang Kepemimpinan Lembaga Hukum

Presiden Jokowi
Foto: Antara
Presiden Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute of Public Policy and Economic Studies, Ahmad Ma'ruf berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan penataan ulang kepemimpinan lembaga-lembaga penegak hukum, agar kisruh antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak terjadi lagi di waktu mendatang.

"Langkah itu diperlukan agar lembaga-lembaga penegakan hukum tidak dikelola oleh orang-orang 'bersumbu pendek' yang mudah konflik," katanya di Yogyakarta.

Menurutnya kisruh antara dua lembaga penegak hukum yang terjadi saat ini, sangat berpotensi mengancam stabilitas perekonomian nasional. Ia khawatir target APBN Perubahan 2015 yang diajukan pemerintahan Jokowi-JK tak terpenuhi.

"Bagaimana pun, stabilitas politik dan hukum menjadi prasyarat produktivitas pembangunan ekonomi," kata pria yang juga merupakan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.

Ma'ruf melanjutkan APBN Perubahan 2015 yang dipatok pemerintah memiliki asumsi makro yang moderat di antaranya, target inflasi lima persen, kurs rupiah Rp12.200 per dolar AS, tingkat suku bunga SPN tiga bulan 6,2 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen.

"Angka tersebut lebih pesimistis dibandingkan dengan yang disusun dalam APBN 2015. Meskipun besaran asumsi sudah direndahkan, adanya konflik Polri dengan KPK yang berkepanjangan akan berdampak mengganggu pencapaian asumsi tersebut," jelasnya.

Menurutnya pembangunan ekonomi jangan dikorbankan hanya karena ada konflik antarlembaga yang justru kontraproduktif. Konsentrasi Presiden Jokowi akan terganggu dengan adanya konflik yang tidak hanya bernuansa hukum tetapi juga politis itu.

"Energi pemerintah bisa terkuras dengan ketegangan itu. Padahal pada triwulan pertama 2015 pembangunan ekonomi membutuhkan konsentrasi untuk 'sprint' memacu ekonomi nasional pada kuartal berikutnya," katanya.

Ia mengatakan presiden dan para menteri bisa kehilangan fokus dalam mengelola ekonomi nasional. Sebagai contoh, pada saat gaduh itu banyak kontrak karya tambang yang terabaikan, seperti perpanjangan kontrak PT Freeport di Papua. Padahal, hal itu strategis.

Oleh karena itu, kata dia, harus ada penyelesaian secara bijaksana dan cepat atas ketegangan tersebut. Bagaimana pun publik mencitakan kelembagaan penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan, KPK maupun MA yang bersih dan steril dari penjahat publik.

"Kalau memang para pemegang mandat itu dinilai tidak bersih, saatnya presiden bisa mengambil langkah tegas menggunakan kewenangannya untuk membersihkan kelembagaan negara," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement