REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) Duski Samad mengimbau penggemar atau kolektor batu akik tidak terbawa ke dalam sifat kemusyrikan.
"Jangan sampai batu akik merusak nilai akidah sebagai umat Islam, apalagi mempercayai batu akik berpengaruh dalam kehidupan," kata Duski Samad di Padang, Senin (26/1).
Ia menjelaskan, dalam hukum Islam, mempercayai dan meyakini benda-benda yang memiliki kelebihan dan membawa keberuntungan dalam kehidupan termasuk dalam dosa besar, dan itu dilarang dalam Islam.
Menurut Duski batu akik hanyalah sejenis batu mulia. "Batu itu disukai hanya berdasarkan bentuk dan warnanya. Tidak lebih dari itu," kata dia.
Lebih lanjut, ia menambahkan, memakai aksesoris dalam kehidupan dalam Islam tidak ada larangan, justru itu dianjurkan untuk perhiasan diri. "Namun, jika batu akik itu dipercaya memiliki kelebihan dan membawa keberuntungan dalam kehidupan itu jelas sudah dosa besar," katanya.
Dikatakannya, pada batu akik jenis tertentu, jika dipakai dalam waktu yang lama memang mengalami proses pergantian warna, dan itu tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-sehari. "Itu murni proses kandungan mineral yang ada dalam batu tersebut, ini harus disikapi dengan baik," katanya.
Duski Samad juga mengatakan, banyaknya peminat batu akik dari Sumbar dari segi ekonomi sangat baik, hal ini dapat membantu penjual batu mulia untuk mendapatkan keuntungan.
"Kita bersyukur, penjualan batu akik Sumbar mendapat respon yang sangat baik, dan itu tentunya memberikan dampak perekonomian bagi pedagang serta pengrajin batu akik," katanya.
Sementara itu, Budi Ilyas (43), salah seorang pengasah batu akik dijalan Imam Bonjol, Kota Padang, mengakui beberapa orang penggemar batu akik yang ingin mengasah batu ditempatnya sering menanyakan kelebihan batunya. "Mungkin karena mereka beranggapan batu itu ada kelebihan, padahal tidak sama sekali," kata Budi.