Ahad 25 Jan 2015 12:23 WIB

Go-Jek Dukung Aturan Hukum Bagi Pengojek dan Penumpangnya

Penyedia jasa melayani penumpang di pangkalan Ojek Syariah, Jalan KH Abdullah Syafi'ie, Tebet Barat, Jakarta.
Foto: dok Republika
Penyedia jasa melayani penumpang di pangkalan Ojek Syariah, Jalan KH Abdullah Syafi'ie, Tebet Barat, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perseroan Terbatas (PT) Go-Jek Indonesia memandang perlu pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tentang ojek yang bertujuan melindungi pengojek dan penumpangnya.

"Saya pikir payung hukum perlu untuk segala aspek, termasuk untuk melindungi pengemudi dan penumpang ojek. Apalagi, pengojek biasanya dari kalangan ekonomi bawah," kata General Manager Corporate Relation PT Go-Jek Indonesia Sam Diah ketika dihubungi di Jakarta, Ahad (25/1).

Sam mengatakan bahwa selama ini PT Go-Jek Indonesia bekerja sama dengan para tukang ojek sebagai mitra. Hal itu semata-mata untuk memberikan pekerjaan dan kepedulian perusahaan kepada para pengojek.

Aplikasi Go-Jek memudahkan konsumen memesan tukang ojek untuk berbagai keperluan, seperti transportasi, kurir, dan berbelanja.

"Jadi, pengojek adalah mitra kami, bukan karyawan kami. Mereka kami beri tahu kalau ada pekerjaan yang dipesan konsumen melalui aplikasi Go-Jek. Kami perusahaan penyedia jasa teknologi, bukan perusahaan transportasi," tuturnya.

Dengan dikoordinasi oleh pihaknya melalui aplikasi, Sam berharap ojek di Jakarta bisa lebih teratur dan mengurangi tindak kriminal. Tak dipungkiri pernah terjadi tindak kriminal oleh seseorang yang bertindak sebagai pengojek.

"Meskipun hanya mitra, kami cukup ketat membuat aturan bagi pengojek untuk memberikan keselamatan bagi penumpangnya. Helm pasti disediakan dan masker diberikan secara gratis," katanya.

Menurut Sam, aplikasi Go-Jek lebih banyak dimanfaatkan untuk memesan pengojek sebagai kurir, bukan untuk transportasi. Ada yang memanfaatkan untuk memesan transportasi, tetapi tidak terlalu banyak.

"Kami tetap peduli dengan keselamatan pengemudi dan penumpangnya. Misalnya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, secara moral kami pasti akan memberikan santunan dan obat-obatan," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana mendorong pemerintah melalui Kementerian Perhubungan supaya membuat payung hukum untuk melindungi dan mengatur ojek, setidaknya berupa keputusan menteri. "Sudah beberapa kali Komisi V menanyakan karena ojek belum ada aturan hukumnya. Padahal, keberadaan ojek sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil," katanya.

Yudi mengatakan bahwa ojek sebagai transportasi umum memang tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun, fenomena ojek tidak bisa dikesampingkan begitu saja.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement