REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana akan mengajukan gugatan uji materi terhadap UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Gugatan ini pun akan didaftarkan pada Jumat (23/1) di Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya gugatan ini terkait dengan pembatasan kewenangan presiden dalam mengangkat dan memberhentikan Kapolri. Sebab presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU Polri Nomor 2 Tahun 2002.
"Ini suatu kesalahan sistem yang sangat mendasar," katanya.
Ia melanjutkan, presiden pun sudah tak memiliki hak prerogatif sebagaimana yang seharusnya dimiliki oleh kepala negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensial.
"Dalam pengangkatan kabinet, presiden dibatasi UU Kementerian Negara. Dalam pengangkatan kapolri dan panglima TNI, presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Dalam penunjukan duta besar, presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR, dan lain-lain," jelasnya.
Dengan pengajuan gugatan ini, ia berharap hak-hak prerogatif presiden dapat dikembalikan. Sehingga, presiden dapat lebih leluasa mengangkat dan memberhentikan Kapolri.
Pengajuan gugatan ini dilakukan bersama Saldi Isra, guru besar hukum tata negara Universitas Andalas, serta Zainal Arifin Mochtar, direktur Pukat Korupsi UGM.
Penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK membuat perseteruan di antara kedua lembaga penegak hukum tersebut.
Penetapan tersangka Budi Gunawan dikeluarkan setelah Jokowi menetapkan mantan ajudan Megawati Soekarnoputri itu sebagai calon tunggal Kapolri.
Kemudian, Mabes Polri pun memberikan dukungan langkah hukum kepada Budi Gunawan dengan menggugat KPK ke Kejaksaan Agung.