Rabu 21 Jan 2015 20:05 WIB

Ulama Aceh: Hukuman Mati tak Bertentangan dengan Islam

Hukuman mati (ilustrasi).
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman mati (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Tokoh ulama di Kabupaten Aceh Barat, Tgk Ahmad Rifai, menuturkan, meskipun pidana mati yang diadopsi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bukanlah perintah Islam, namum semua itu tidak bertentangan dengan Islam.

Terlebih lagi disebut-sebut mengadopsi hukum penjajah bangsa Indonesia. Ulama besar Aceh itu menyarankan Pemerintah Indonesia membuat regulasi untuk memperkuat pelaksanaan hukuman mati. Khususnya bagi terpidana kasus narkoba yang jelas-jelas sebagai pengedar ataupun produsen barang haram sejenis kokain, heroin dan sabu-sabu.

Dikatakan Ahmad Rifai, dalam ajaran Islam ada kriteria ringan, seperti peminum khamar ataupun pengonsumsi jenis narkoba, untuk beberapa kali wajib dikenakan hukum cambuk.

"Akan tetapi, bila sudah berprofesi sebagai pengedar narkoba, itu sudah membawa kerusakan bagi orang lain dan hukumannya harus berat," tutur Ahmad  di Meulaboh, Rabu (21/1).

Rifai berpesan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memikirkan regulasi memperkuat hukuman mati, Regulasi yang kuat itu mengantisipasi munculnya pertentangan pihak manapun terhadap Pemerintah Indonesia. "Inilah tugas wakil rakyat di DPR. Harus ada regulasi hukum dan kuat, sehingga pelaksanaan hukuman mati tidak dipertentangkan. Hukuman mati ini untuk menyelamatkan Bangsa Indonesia dari bahaya penyalahgunaan narkoba," kata Ahmad

Enam terpidana narkoba dieksekusi Ahad (18/1). Mereka adalah Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil), Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI), Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria), dan Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WNI).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement