Rabu 21 Jan 2015 16:40 WIB

Kemenhub Disarankan Tinjau Izin Tahunan Penerbangan Internasional

 Sejumlah Pesawat melakukan pengecekan sebelum melakukan penerbangan di Bandara Sultan Hasanudin, Makasar, Kamis (13/2). (Republika/Adhi Wicaksono)
Sejumlah Pesawat melakukan pengecekan sebelum melakukan penerbangan di Bandara Sultan Hasanudin, Makasar, Kamis (13/2). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Perusahaan Penerbangan Sipil Indonesia (Inaca) menyarankan Kementerian Perhubungan untuk meninjau kembali izin tahunan bagi penerbangan internasional.

Sekretaris Jenderal Inaca Tengku Burhanuddin usai "media gathering" bertajuk "Tinjauan Industri Penerbangan di Indonesia terkait dengan Carut Marut Penerbangan Penerbangan Nasional" di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (21/1), mengatakan izin untuk "winter" dan "summer" harus ada karena periode waktunya berbeda antara kedua musim tersebut.

Tengku menjelaskan dalam sistem penerbangan internasional mengacu pada waktu "Greenwich" baik untuk periode "summer" atau pun "winter".

"Dasarnya itu 'greenwich time' kalau lagi summer itu plus satu dan penyesuaian di Indonesia plus enam atau tujuh jam (dari waktu greenwich), tergantung dari mana kita berasal sesuai UTC (coordinated universal time)," katanya.

Dia menuturkan perbedaan waktu tersebut disebabkan pada winter, waktu gelap lebih cepat, sementara pada summer waktu terang lebih cepat.

"Untuk penerbangan internasional itu harus, tapi untuk domestik 'kan tidak ada perbedaan waktu dalam dua musim, tapi tergantung kementerian," katanya.

Pasalnya, Menteri Perhubungan Jonan akan menghapuskan izin dua periode summer dan winter dan akan mengatur perizinan penerbangan untuk maskapai sekali dalam setahun.

Selain itu, Menhub Jonan juga akan mengapuskan lembaga pengatur slot penerbangan domestik, yakni Koordinator Slot Indonesia (IDSC) dalam waktu tiga bulan mendatang untuk menyederhanakan izin agar tidak terjadi standar ganda antara IDSC dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Perlu diketahui, maskapai dalam mengajukan izin penerbangan harus mengajukan izin slot terlebih dahulu kepada IDSC, setelah izinya dimiliki, kembali mengajukan izin kembali berupa izin rute ke Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub.

Tengku berpendapat ketentuan tersebut bisa menjadi jalan keluar untuk percepatan birokrasi perizinan penerbangan yang saat ini masih terjadi pelanggaran, namun sebisa mungkin tidak mengurangi frekuensi penerbangan.

"Supaya cepat satu pintu, tidak seperti edisi dahulu. Tapi, jangan mengurangi frekuensi karena akan menghambat perekonomian kita, jadi fasilitasnya harus memadai, penerbangan tumbuh kan karena perekonomiannya yang tumbuh," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement